Rabu, 11 Maret 2015

bab II JHON WAWO



BAB II

KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS TINDAKAN




A.         Model Pembelajaran Cooperative Learning

Model pembelajaran menurut Joyce dan Weil dalam Rusman (2012) berpendapat bahwa model pembelajaran adalah suatu rencana atau pola yang dapat digunakan untuk membentuk kurikulum (rencana pembelajaran jangka panjang), merancang bahan-bahan pembelajaran, dan membimbing pembelajaran di kelas atau yang lain.
Model  pembelajaran  menurut  Rusman  (2012:  136)  memiliki  ciri-ciri  sebagaiberikut:

a.    Berdasarkan teori pendidikan dan teori belajar dari para ahli tertentu. Sebagai contoh, model penelitian kelompok disusun oleh Herbert Thelen dan berdasarkan teori John Dewey. Model ini dirancang untuk melatih partisipasi dalam kelompok secara demokratis.

b.    Mempunyai misi atau tujuan pendidikan tertentu, misalnya model berpikir induktif dirancang untuk mengembangkan proses berpikir induktif

c.    Dapat dijadikan pedoman untuk perbaikan kegiatan belajar mengajar di kelas, misalnya model Synectic dirancang untuk memperbaiki kreativitas dalam pembelajaran

d.   Memiliki bagian-bagian model yang dinamakan: (1) urutan langkah-langkah pembelajaran (Syntax); (2) adanya prinsip-prinsip reaksi; (3) sistem sosial; dan (4) sistem pendukung. Keempat bagian tersebut merupakan pedoman praktis bila guru akan melaksanakan suatu model pembelajaran.

e.    Memiliki dampak sebagai akibat terapan model pembelajaran. Dampak tersebut meliputi: (1) Dampak pembelajaran, yaitu hasil belajar yang dapat diukur; (2) Dampak pengiring, yaitu hasil belajar jangka panjang.
f.     Membuat  persiapan  mengajar  (desain  instruksional)  dengan  pedoman  model pembelajaran yang dipilihnya.
Sintak model pembelajaran kooperatif terdiri dari 6 (enam) fase sebagai berikut:






Tabel 2.1 Sintag Cooperative Learning







FASE-FASE

13

PERILAKU GURU
Fase   1:   Present   goals   and



Menjelaskan
tujuan
Menyampaikan
tujuan
dan

pembelajaran
dan
mempersiapkan peserta didik



mempersiapkan
peserta  didik





siap belajar






13


Fase 2: Present information

Mempresentasikan

informasi
Menyajikan informasi

kepada peserta didik secara verbal
Fase   3:   Organize   Student   Into
Memberikan
penjelasan   kepada
Learning Teams


peserta
didik
tentang
cara
Mengorganisir
peserta   didik
ke
pembentukan
tim
belajar
dan
dalam tim-tim belajar

membantu
kelompok   melakukan



transisi yang efisien



Fase 4: Assist team work and study
Membantu  tim-tim  belajar  selama
Membantu kerja tim dan belajar

peserta didik mengerjakan tugasnya
Fase 5: Test on the materials

Menguji pengetahuan peserta didik
Mengevaluasi


mengenai

berbagai
materi



pembelajaran
atau
kelompok-



kelompok
mempresentasikan
Hasil



kerjanya





Fase 6: Provide recognition

Mempersiapkan
cara

untuk
Memberikan
pengakuan
atau
mengakui
usaha
dan
presentasi
penghargaan


individu maupun kelompok

Sumber: Suprijono, 2009: 65

Terdapat beberapa model pembelajaran mulai dari pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and Learning), pembelajaran kooperatif (Cooperative Learning), pembelajaran berbasis masalah (PBM), pembelajaran tematik, dan lainnya. Dalam penelitian ini, tim peneliti menggunakan model pembelajaran kooperatif.
Slavin (2010) menjelaskan, model Cooperative Learning adalah suatu model atau acuan dalam pembelajaran dimana dalam psoses pembelajaran yang berlangsung siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari 4 sampai 6 orang, dengan struktur kelompoknya yang bersifat heterogen atau dengan karakteristik yang berbeda-beda. Guru dengan kedudukannya sebagai perancang dan pelaksana pembelajaran dalam menggunakan model ini harus memperhatikan beberapa konsep dasar yang merupakan dasar-dasar konseptual dalam penggunaan CooperativeLearning.
Menurut (Stahl, 1994 dalam Solihatin 2008: 7-10), dasar konseptual dalam penggunaan Cooperative Learning meliputi sebagai berikut:

14

a.    Perumusan tujuan proses belajar siswa harus jelas
b.    Penerimaan yang menyeluruh oleh siswa tentang tujuan belajar
c.    Ketergantungan yang bersifat positif
d.   Interaksi yang bersifat terbuka
e.    Tanggungjawab individu
f.     Kelompok bersifat heterogen
g.    Interaksi sikap dan perilaku sosial yang positif
h.    Tindak lanjut (follow up)
i.      Kepuasan dalam belajar


Pelaksanaan pembelajaran model Cooperative Learning harus memperhatikan alurataupun langkah-langkah kegiatannya. Mulai dari kegiatan perencanaan, pelaksanaan sampaitahap akhir yaitu mengenai evaluasi yang dilakukan. Langkah-langkah dalam penggunaanmodel Cooperative Learning secara umum (Stahl 1994; Slavin, 1983 dalam Solihatin 2008: (10-12) dapat dijelaskan secara operasional sebagai berikut:

a.    Langkah pertama yang dilakukan oleh guru adalah merancang rencana program pembelajaran. Pada langkah ini guru mempertimbangkan dan menetapkan target pembelajaran yang ingin dicapai dalam pembelajaran. Selain itu, guru juga menetapkan sikap dan ketrampilan sosial yang diharapkan dikembangkan dan diperhatikan oleh siswa selama berlangsungnya pembelajaran. Guru dalammerancang program pembelajaran harus mengorganisasikan materi dan tugas-tugas siswa yang mencerminkan sistem kerja dalam kelompok kecil.

b.      Langkah kedua guru merancang lembar observasi yang akan digunakan untuk mengobservasi kegiatan siswa dalam belajar secara bersama-sama dalam kelompok-kelompok kecil. Guru hanya menjelaskan pokok-pokok materi dengan tujuan siswa mempunyai wawasan dan orientasi yang memadai tentang materi yang diajarkan. Pada saat guru selesai menyampaikan materi, langkah berikutnya adalah menggali pengetahuan dan pemahaman siswa tentang materi pelajaran berdasarkan apa yang telah diberikan

c.       Langkah ketiga, dalam melakukan observasi terhadap kegiatan siswa, guru mengarahkan dan membimbing siswa, baik secara individual maupun kelompok, baik dalam memahami materi maupun mengenai sikap dan perilaku siswa selama kegiatan belajar berlangsung. Selain itu guru juga berkewajiban secara periodik memberikan layanan kepada siswa, baik secara individual maupun secara klasikal. Pemberian pujian dan kritikan dari guru juga akan membangun kreativitas siswa dalam bekerja berkelompok

d.      Langkah keempat, guru memberikan kesempatan kepada siswa dari masing-masing kelompok untuk mempresentasikan hasil kerjanya. Pada saat diskusi kelas ini, guru berperan sebagai moderator, dimaksudkan untuk mengarahkan dan mengoreksi pengertian dan pemahaman siswa terhadap materi atau hasilkerja

yang telah ditampilkannya. Pada saat presentasi siswa berakhir, guru mengajak siswa untuk melakukan refleksi diri terhadap proses jalannya pembelajaran, dengan tujuan untuk memperbaiki kelemahan-kelemahan yang ada atau sikap serta perilaku menyimpang yang dilakukan selama pembelajaran. Guru juga seharusnya memberikan penekanan terhadap nilai, sikap, dan perilaku sosial yang harus dikembangkan dan dilatih oleh siswa.


Model  pembelajaranCooperative  Learning  tidak  sama  dengan  sekedar  belajar
kelompok, tetapi ada unsur-unsur dasar yang membedakannya dengan pembagian kelompokyang dilakukan asal-asalan. Roger dan Johnson 1994 (dalam Lie, 2007) mengatakan bahwatidak semua kerja kelompok bisa dianggap Cooperative Learning, untuk itu harus diterapkanlima unsur model pembelajaran gotong royong atau lebih biasa dikenal dengan sebutan kerjakelompok di dalam suatu pembelajaran, yaitu dengan adanya rasa saling ketergantunganpositif,  tanggung  jawab  perseorangan,  tatap  muka,  komunikasi  antar  anggota,  evaluasiproses  kelompok,  selain  itu,  model  Cooperative  Learning  dalam  pengembangannyamemiliki  tujuan  pencapaian  antara  lain  mengenai  hasil  belajar  akademik,  penerimaanterhadap perbedaan individu dan pengembangan keterampilan sosial.
Dalam menggunakan model pembelajaran Cooperative Learning di dalam kelas,ada beberapa konsep mendasar yang perlu diperhatikan dan diupayakan oleh guru. Guru
dengan kedudukannya sebagai perancang dan pelaksana pembelajaran dalam menggunakanmodel  ini  harus  memperhatikan  beberapa  konsep  dasar  yangmerupakan  dasar-dasarkonseptual dalam penggunaan Cooperative Learning. Adapun prinsip-prinsip dasar tersebutmenurut Stahl (1994), meliputi sebagai berikut.

a.       Perumusan tujuan proses belajar siswa harus jelas Sebelum menggunakan strategi pembelajaran, guru hendaknya memulai dengan merumuskan tujuan pembelajaran dengan jelas dan spesifik. Tujuan tersebut menyangkut apa yang diinginkan oleh guru untuk dilakukan oleh siswa dalam kegiatan belajarnya. Perumusan tujuan harus disesuaikan dengan tujuan kurikulum dan tujuan pembelajaran. Apakah kegiatan belajar siswa ditekankan

pada materi pelajaran, sikap, dan proses, ataukah keterampilan tertentu. Tujuan harus dirumuskan dalam bahasa dan konteks kalimat yang mudah dimengerti oleh siswa secara keseluruhan.Hal ini hendaknya dilakukan oleh guru sebelum pembelajaran terbentuk.

b.      Penerimaan yang menyeluruh oleh siswa tentang tujuan belajar

Guru hendaknya mampu mengkondisikan kelas agar siswa menerima tujuan pembelajaran dari sudut kepentingan diri dan kepentingan kelas. Oleh karena itu, siswa dikondisikan untuk mengetahui dan menerima kenyataan bahwa setiap orang dalam kelompoknya menerima dirinya untuk bekerja sama dalam mempelajari seperangkat pengetahuan dan keterampilan yang telah ditetapkan untuk dipelajari.

c.       Ketergantungan yang bersifat positif

Untuk mengkondisikan terjadinya interdependensi diantara siswa dalam kelompok belajar, maka guru harus mengorganisasikan materi dan tugas-tugas pelajaran sehingga siswa memahami dan mungkin untuk melakukan hal itu dalam kelompoknya (Johnson, et al., 1988). Guru harus merancang struktur kelompok dan tugas-tugas kelompok yang memungkinkan setiap siswa untuk belajar dan mengevaluasikan dirinya dan teman kelompoknya dalam penguasaan dan kemampuan memahami materi pelajaran. Kondisi belajar ini memungkinkan siswa untuk merasa tergantung secara positif pada anggota kelompok lainnya dalam mempelajari dan menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan guru.

d.      Interaksi yang bersifat terbuka

Dalam kelompok belajar, interaksi yang terjadi bersifat langsung danterbuka dalammendiskusikan materi dan tugas-tugas yang diberikan oleh guru. Suasana belajar seperti itu akan membantu menumbuhkan sikap ketergantungan yang positif dan keterbukaan di kalangan siswa untuk memperoleh keberhasilan dalam belajarnya. Mereka akan saling member dan menerima masukan, ide, saran, dan kritik dari temannya secara positif dan terbuka.

e.       Tanggungjawab individu
Salah satu dasar penggunaan Cooperative Learning dalam pembelajaran adalah bahwa keberhasilan belajar akan lebih mungkin dicapai secara lebih baik apabila dilakukan dengan bersama-sama. Oleh karena itu, keberhasilan belajar dalam model belajar strategi ini dipengaruhi oleh kemampuan individu siswa lainnya.Sehingga secara individual siswa mempunyai dua tanggungjawab, yaitu mengerjakan dan memahami materi atau tugas bagi keberhasilan dirinya dan juga bagi keberhasilan anggota kelompoknya sesuai dengan tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.

f.       Kelompok bersifat heterogen
Dalam pembentukan kelompok belajar, keanggotaan kelompok harus bersifat heterogen sehingga interaksi kerja sama yang terjadi merupakan akumulasi dari berbagai karakteristik siswa yang berbeda. Dalam suasana belajar seperti itu akan tumbuh dan berkembang nilai, sikap, moral, dan perilaku siswa. Kondisi ini merupakan media yang sangat baik bagi siswa untuk mengembangkan kemampuan dan melatih keterampilan dirinya dalam suasana belajar yang terbuka dan demokratis.

g.      Interaksi sikap dan perilaku sosial yang positif


17

Dalam mengerjakan tugas kelompok, siswa bekerja dalam kelompok sebagai suatu kelompok kerja sama. Dalam interaksi dengan siswa lainnya siswa tidak begitu saja bisa menerapkan dan memaksakan sikap dan pendiriannya pada anggota kelompok lainnya.Pada kegiatan bekerja dalam kelompok, siswa harus belajar bagaimana meningkatkan kemampuan interaksinya dalam memimpin, berdiskusi, bernegosiasi, dan mengklarifikasi berbagai masalah dalam menyelesaikan tugas-tugas kelompok. Dalam hal ini guru harus membantu siswa menjelaskan bagaimana sikap dan perilaku yang baik dalam bekerja sama yang bisa digunakan oleh siswa dalam kelompok belajarnya. Perilaku-perilaku tersebut termasuk kepemimpinan, pengembangan kepercayaan, berkomunikasi, menyelesaikan masalah, menyampaikan kritik, dan perasaan-perasaan sosial.Dengan sendirinya siswa dapat mempelajari dan mempraktikkan barbagai sikap dan perilaku sosial dalam suasana kelompok belajarnya.

h.      Tindak lanjut (follow up)

Setelah masing-masing kelompok belajar menyelesaikan tugas dan pekerjaannya, selanjutnya perlu dianalisis bagaimana penampilan dan hasil kerja siswa dalam kelompok belajarnya, termasuk juga: (a) bagaimana hasil kerja yang dihasilkan, (b)bagaimana mereka membantu anggota kelompoknya dalam mengerti dan memahami materi dan masalah yang dibahas, (c) bagaimana sikap dan perilaku mereka dalam interaksi kelompok belajar bagi keberhasilan kelompoknya, dan (d) apa yang mereka butuhkan untuk meningkatkan keberhasilan kelompok belajarnya di kemudian hari. Oleh karena itu, guru harus mengevaluasi dan memberikan berbagai masukan terhadap hasil pekerjaan siswa dan aktivitas mereka selama kelompok belajar siswa tersebut bekerja.Dalam hal ini, guru harus memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengemukakan ide dan saran, baik kepada siswa lainnya maupun kepada guru dalam rangka perbaikan belajar dari hasilnya di kemudian hari.

i.        Kepuasan dalam belajar

Setiap siswa dan kelompok harus memeproleh waktu yang cukup untuk belajar dalam mengembangkan pengetahuan, kemampuan, dan keterampilannya. Apabila siswa tidak memperoleh waktu yang cukup dalam belajar, maka keuntungan akademis dari penggunaan Cooperative Learningakan sangat terbatas (Stahl, 1994). Perolehan belajar siswapun sangat terbatas sehingga guru hendaknya mampu merancang dan mengalokasikan waktu yang memadai dalam menggunakan model ini dalam pembelajarannya.


Model pembelajaran kooperatif dikembangkan  untuk mencapai setidak-tidaknya

tiga tujuan pembelajaran penting yang dirangkum oleh Ibrahim, et al. (2007), yaitu.

a.       Hasil belajar akademik

Dalam belajar kooperatif meskipun mencakup beragam tujuan sosial, juga memperbaiki prestasi siswa atau tugas-tugas akademis penting lainnya.Beberapa ahli berpendapat bahwa model ini unggul dalam membantu siswa memahami konsep-konsep sulit. Para pengembang model ini telah menunjukkan bahwa


18


model struktur penghargaan kooperatif telah dapat meningkatkan nilai siswa pada belajar akademik dan perubahan norma yang berhubungan dengan hasil belajar. Di samping mengubah norma yang berhubungan dengan hasil belajar, pembelajaran kooperatif dapat memberi keuntungan baik pada siswa kelompok bawah maupun kelompok atas yang bekerja bersama menyelesaikan tugas-tugas akademik.

b.      Penerimaan terhadap perbedaan individu

Tujuan lain model pembelajaran kooperatif adalah penerimaan secara luas dari orang-orang yang berbeda berdasarkan ras, budaya, kelas sosial, kemampuan, dan ketidakmampuannya. Pembelajaran kooperatif memberi peluang bagi siswa dari berbagai latar belakang dan kondisi untuk bekerja dengan saling bergantung pada tugas-tugas akademik dan melalui struktur penghargaan kooperatif akan belajar saling menghargai satu sama lain.

c.       Pengembangan keterampilan sosial

Tujuan penting ketiga pembelajaran kooperatif adalah, mengajarkan kepada siswa keterampilan bekerja sama dan kolaborasi. Keterampilan-keterampilan sosial, penting dimiliki oleh siswa sebab saat ini banyak anak muda masih kurang dalam keterampilan sosial.


B.     Model Pembelajaran Cooperative Learning Tipe three step interview.
Ø  Pengertian Metode Interview
Metode interview dalam proses pembelajaran seringkali disebut dengan metode wawancara. Dalam kamus besar bahasa Indonesia, wawancara merupakan percakapan antara dua orang atau lebih dan berlangsung antara narasumber dan pewawancara. Tujuan dari wawancara adalah untuk mendapatkan informasi di mana sang pewawancara melontarkan pertanyaan-pertanyaan untuk dijawab oleh orang yang diwawancarai.
Adapun pengertian interview menurut para ahli adalah sebagai berikut:
1.    Menurut Moleong ”Interview adalah sebuah dialog percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan yang diwawancarai (intervewee) yang memberi jawaban atas pertanyaan itu.
2.    menurut M. Nazir dalam bukunya yang berjudul, metode penelitian yaitu, “wawancara adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara Tanya jawab dengan cara tatap muka antara si penanya atau pewawancara dengan si penjawab atau responden dengan menggunakan alat yang dinamakan Interview Guide.
3.    Menurut Prabowo, wawancara adalah metode pengambilan data dengan cara menanyakan sesuatu kepada seseorang responden, caranya adalah dengan bercakap-cakap secara tatap muka.
Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa metode interview adalah suatu metode pembelajaran dimana gurumengajukan beberapa pertanyaan secara lisan kepada seluruh murid di kelas. 
Namun, metode interview dalam pembelajaran berbeda dengan metode interview sebagai instrumen penelitian.Di dalam pembelajaran, sebelum memberikan pertanyaan, terlebih dahulu guru menyampaikan isu yang dapat memunculkan beragam opini.Sehingga murid dapat menggali dan menemukan sendiri jawaban atas pertanyaan dari opini tersebut.
Metode interview yang biasa digunakan dalam proses pembelajaran adalah Three-Step Interview (Wawancara Tiga Langkah), metode ini termasuk dalam model pembelajaran Kooperatif.
Ø  Langkah-langkah Pelaksanaan Metode Interview
Metode interview merupakan salah satu metode pembelajaran yang dapat melatih anak didik dalam mengungkapkan pendapat. Agar penerapan metode interview (wawancara) dapat berjalan dengan baik, langkah yang harus diterapkan oleh guru adalah sebagai berikut:
1.    Guru menyampaikan isu yang terkait dengan materi pembelajaran. Isu harus dibuat semenarik mungkin, agar dapat menggugah rasa ingin tahu siswa yang akhirnya akan melahirkan berbagai macam opiini.
2.    Guru mengajukan beberapa pertanyaan kepada masing-masing atau beberapa orang siswa.
3.    Siswa mengungkapkan opininya dengan keras dan lantang
4.    Siswa lain memberi tanggapan
Selain langkah-langkah di atas, ada beberapa langkah lain yang bisa dilakukan guru dalam menerapkan metode interview, yaitu:
1.    Guru menyampaikan isu terkait materi pembelajaran yang dapat memunculkan beragam opini, kemudian mengajukan beberapa pertanyaan kepada seluruh siswa di kelas.
2.    siswa secara berpasangan bermain peran sebagai pewawancara dan orang yang diwawancarai.
3.    setelah wawancara pertama dilakukan maka pasangan bertukar peran: pewawancara berperan sebagai orang yang diwawancarai dan sebaliknya orang yang tadi mewawancarai menjadi orang yang diwawancarai. Setelah semua pasangan bertukar peran, selanjutnya setiap pasangan dapat mempresentasikan hasil wawancara mereka kepada seluruh kelas secara bergiliran.
Dari kedua alternatif langkah di atas, terdapat perbedaan dalam penerapannya. Langkah yang pertama lebih bersifat individual, adapun Langkah yang kedua lebih menekankan pada kegiatan belajar kelompok, sehingga dapat terjalin kerja sama antar anggota kelompok dalam menyelesaikan masalah. Langkah kedua ini biasa disebut dengan Three Step Interview (Wawancara tiga langkah).
Ø  Tujuan Metode Interview
Ada beberapa tujuan diterapkannya metode interview dalam proses pembelajaran, diantaranya adalah:
1.    Memudahkan guru dalam menyampaikan materi pembelajaran.
2.    Melatih anak didik untuk berpikir secara mandiri.
3.    Melatih anak didik dalam berpendapat.
4.    Mengajarkan anak didik dalam menyelesaikan masalah (Problem Solving)
5.    Melatih cara berkomunikasi yang baik.
6.    Melatih anak untuk berperan aktif dalam proses pembelajaran.
7.    Menumbuhkan rasa percaya diri pada diri anak.
8.    Menciptakan hubungan antar-personal yang kondusif.
Ø  Kelebihan dan Kelemahan Metode Interview
1.    Kelebihan Metode Interview
Kelebihan metode interview adalah:
a.    Data dan informasi dapat diperoleh secara langsung (face to face)
b.    Adanya hubungan antar personal yang baik.
c.    Siswa tidak terlalu menggantungkan pada guru, tetapi dapat menambah kepercayaan dan kemampuan berpikir sendiri, menemukan informasi dari berbagai sumber, dan belajar dari siswa yang lain.
d.   Dapat mengembangkan kemampuan dalam mengungkapkan ide atau gagasan dengan kata-kata secara verbal dan membandingkannya dengan ide-ide orang lain.
e.    Membantu siswa untuk bisa menghargai orang lain dan menyadari akan segala keterbatasannya dan menerima segala perbedaan.
f.     Dapat memberdayakan setiap siswa untuk lebih bertanggung jawab dalam belajar.
g.    Merupakan strategi yang cukup ampuh dalam meningkatkan prestasi akademik sekaligus kemampuan sosial, termasuk mengembangkan rasa harga diri, hubungan interpersonal yang positif dengan orang lain, mengembangkan keterampilan dan sikap positif dalam belajar.
h.    Dapat mengembangkan kemampuan siswa untuk menguji ide dan pemahaman sendiri. 
i.      siswa dapat menemukan sendiri jalan keluar dari permasalahan/isu yang sedang dihadapi.
j.      Interaksi selama metode interview berlangsung dapat meningkatkan motivasi dan memberikan rangsangan berpikir. Hal ini berguna untuk pendidikan jangka panjang.
2.    Kelemahan Metode Interview
Adapu kelemahan metode pembelajaran interview adalah :
a.    Guru harus mempersiapkan pembelajaran secara matang, di samping itu memerlukan lebih banyak tenaga, pemikiran dan waktu.
b.    Agar proses pembelajaran berjalan dengan lancar, maka dibutuhkan dukungan fasilitas, alat dan biaya yang cukup memadai.
c.    Selama kegiatan berlangsung, ada kecenderngan topik permasalahan yang dibahas meluas sehingga banyak yang tidak sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.
d.   Metode interview dengan membentuk kelompok, terkadang didominasi seseorang saat diskusi. Hal ini mengakibatkan siswa yang lain menjadi pasif.
e.    Bisa menjadi tempat mengobrol atau gosip. Hal ini terjadi jika anggota kelompok tidak mempunyai kedisiplinan dalam belajar.Seperti datang terlambat, mengobrol atau bergosip, membuat wakt berlalu begitu saja sehingga tujuan pembelajaran tidak tercapai.
f.     Ketika kegiatan berlangsung kelas menjadi gaduh dan ramai, jika salah seorang atau beberapa orang siswa tidak menerapkan sifat disiplin.
E.       Implementasi Metode Interview dalam Pembelajaran
Telah dijelaskan sebelumnya, bahwa metode interview dapat diterapkan dengan dua cara, yakni secara individual dan kelompok. Untuk cara pertama (individual), dalam mata pelajaran Fiqih materi tentang Thaharah misalnya. Langkah pertama ialah guru membuat isu melalui tayangan video tentang beberapa contoh praktek thaharah yang satu sama lainnya berbeda. Setelah isu diberikan, guru memberikan pertanyaan kepada semua siswa tentang ketepatan praktek thaharah dalam tayangan video tersebut. Guru menunjuk beberapa orang siswa untuk mengungkapkan pendapatnya terkait isu tersebut, dan siswa yang lain memberikan tanggapan.
Cara kedua yang dapat dilakukan oleh guru ialah dengan cara siswa dibentuk menjadi beberapa kelompok. Kemudian guru memberikan isu melalui tayangan video tentang beberapa contoh praktik thaharah.Selanjutnya guru mengajukan beberapa pertanyaan tentang ketepatan praktek thaharah dalam tayangan tersebut kepada seluruh siswa dalam kelas.Setelah siswa mencatat semua pertanyaan, siswa dalam kelompoknya masing-masing secara berpasangan bermain peran sebagai pewawancara dan orang yang diwawancarai.Setelah wawancara pertama dilakukan, maka pasangan bertukar peran.Selanjutnya setiap kelompok mendiskusikan hasil wawancara dan mempresentasikannya kepada seluruh kelas secara bergiliran.

C.     Konsep Dasar dan Karakteristik Pembelajaran Berbasis Masalah
Pembelajaran berbasis masalah merupakan salah satu setrategi pembelajaran yang dapat membawa siswa pada pembentukan kemampuan berpikir tingkat tinggi.Dengan pendekatan ini memberikan peluang bagi siswa untuk melakukan penelitian dengan berbasis masalah nyata dan autentik.
1.      Teori Pembelajaran Berbasis Masalah
Beberapa Dukungan Teori Tentang Pembelajaran Berbasis Masalah  Sebagai suatu pendekatan pembelajaran, maka pembelajaran berbasis masalah didasarkan oleh landasan yang kuat oleh berbagai ahli.
1.      John Dewey.
Pandangan Dewey tentang pendidikan melihat sekolah sebagai pencerminan masyarakat yang lebih besar dan kelas menjadi labolatorium untuk penyelidikan dan pengentasan masalah kehidupan nyata.
2.      Piaget, Vygotsky dan Konstruktivisme
Pembelajaran berbasis masalah meminjam pendapat Piaget bahwa apabila pelajar dilibatkan dalam proses mendapat informasi dan mengkonstruksi pengetahuannya sendiri, maka pembelajaran akan menjadi bermakna.
Sementara Vygostky yakin bahwa intelektual berkembang ketika individu menghadapi pengalaman baru dan membingungkan dan ketika mereka berusaha mengatasi deskripansi yang timbul oleh pengalaman-pengalaman ini. Menurut Vygotsky siswa memiliki dua tingkat perkembangan berbeda yaitu:
a.       Tingkat perkembangan actual, yang menentukan fungsi intelektual individu saat ini dan kemampuannya untuk mempelajari sendiri hal-hal tertentu.
b.      Tingkat perkembangan potensial yaitu  yang dapat difungsikan atau dicapai oleh individu dengan bantuan orang lain, misalnya guru, orang tua atau bahkan teman sebaya yang lebih cerdsa, maju dan berkembang.

3.      Bruner dan Discovery Learning
Bruner berpendapat bahwa pada hakekatnya tujuan pembelajaran bukan hanya memperbesar dasar pengetahuan siswa, tetapi juga untuk menciptakan berbagai kemungkinan untuk invention (penciptaan) dan discovery (penemuan).
Bruner menganggap sangat penting peran dialog dan interaksi social dalam proses pembelajaran.Berdasarkan dari konsep Bruner, maka seorang guru yanga akan menggunakan pendekatan berbasis masalah harus menekankan pada beberapa hal berikut ini dalam proses pembelajarannya:
a.             Memberikan tekanan yang kuat untuk membangun keterlibatan aktif semua siswa dalam setiap langkah dan proses pembelajaran yang dilakukan .
b.            Mendorong siswa untuk mengkonstruksi pengetahuan oleh siswa sendiri tanpa dominasi oleh guru.
c.             Guru memberikan pertanyaan-pertanyaan kepada siswa untuk di dalami dalam berbagai kegiatan penyelidikan hingga siswa sampai pada penemuan ide-ide dan mengkonstruksinya menjadi bangunan teori, paling tidak sampai pada pemahamannya yang mendalam tentang teori.
d.            Orentasi yang digunakan  adalah induktif bukan orentasi deduktif.

2.      Konsep Dasar dan Karakteristik  SPBM
Sanjaya (2008) menyatakan bahwa Pembelajaran Berbasis Masalah dapat diartikan sebagai rangkaian aktivitas pembelajaran yang menekankan pada  proses penyelesaian masalah yang dihadapi secara ilmiah. Terdapat 3 ciri utama dari SPBM:
1.      SPBM merupakan rangkaian aktivitas pembelajaran, artinya dalam implementasi SPBM ada sejumlah kegiatan  yang harus dilakukan  siswa.
2.      aktivitas pembelajaran diarahkan  untuk menyelesaikan masalah. SPBM menempatkan masalah  sebagai kata kunci dari proses pembelajaran.
3.      pemecahan masalah dilakukan  dengan menggunakan  pendekatan berpikir secara ilmiah
Kunandar (2007:35) menyatakan  bahwa pembelajaran berbasis masalah  adalah suatu pendekatan pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar tentang cara berpikir dan keterampilan penyelesaian masalah serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensial dari mata pelajaran. Sedangkan Faizin dan Sulistio (2008)  adalah pembelajaran yang terpusat melalui msalah-masalah yang relevan. Zulharman (2008) yang menyatakan bahwa pembelajaran berbasis masalah adalah merupakan pembelajaran yang bertolak dari problem yang ada dari konteks nyata.
NCTM (2000) menyatakan bahwa memecahkan masalah berarti menemukan cara atau jalan mencapai tujuan atau solusi yang tidak dengan mudah menjadi nyata, sedangkan poyla (Hudoyo,1979) mendifinisikan pemecahan masalah adalah sebagai usaha untuk mencari jalan keluar dari suatu kesulitan, mencapai tujuan yang tidak dengan segera  dapat dicapai
Word (2000) dan Stepein (1993) yang menyatakan bahwa pembelajaran berbasis masalah adalah suatu model pembelajaran yang melibatkan siswa untuk memecahkan suatu masalah melalui tahapan-tahapan metode ilmiah sehingga siswa dapat mempelajari pengetahuan yang berhubungan dengan masalah tersebut dan sekaligus memiliki keterampilan untuk memecahkan.        Strategi pembelajaran dengan pemecahan masalah dapat diterapkan apabila guru memiliki beberapa pertimbangan sebagai berikut:
1.    Guru menginginkan agar siswa dapat mengingat materi pelajaran, menguasai bahan dan memahami secara penuh permasalahan yang akan dipelajari.
2.    Guru menginginkan untuk mengembangkan keterampilan berfikir siswa, yaitu kemampuan menganalisis situasi, menerapkan pengetahuan yang mereka miliki dalam situasi baru, mengenal adanya perbedaan antara fakta dan pendapat, serta mengembangkan kemampuan dalam membuat judgment secara objektif.
3.    Guru menginginkan kemampuan siswa untuk memecahkan masalah serta membuat tantangan intelektual siswa.
4.    Guru memotivasi siswa untuk lebih bertanggung jawab dalam belajarnya.
5.    Guru menginginkan agar siswa memahami hubungan antara apa yang dipelajari dengan kenyataan dalam kehidupannya (hubungan antara teori dengan kenyataan).
 (Gordon, 2001.,Karjcik, 2003; Slavin, Madden, Dolan & Wasik, 1994; Torp dan Sage, 1998) mendeskripsikan bahwa model pembelajaran berbasis masalah ini memiliki fitur-fitur sebagai berikut:
1.      Pertanyaan atau masalah perangsang
2.      Fokus interdisipliner
3.      Investigasi autentik
4.      Produksi artepak dan exhibit
5.      Kolaborasi
Pembelajaran berbasis masalah dilakukan secara benar sesuai dengan prinsip dan karakteristik pembelajaran, maka ada beberapa dampak tidak langsung yang dapat diperoleh siswa  setelah pembelajaran berbasis masalah diimplementasikan dalam proses pembelajaran dikelas, yaitu:
a.       Keterampilan melakukan penelitian/penyelidikan sebagai dasar pemecahan masalah secara ilmiah.
b.      Perilaku dan keterampilan sosial.
c.       Keterampilan belajar mandiri.
3. Hakikat masalah dalam SPBM
            Strategi Pembelajaran Inkuiri (SPI) dan Strategi Pembelajaran Berbasis Masalah (SPBM) memiliki perbedaan.Perbedaan tersebut terletak pada jenis masalah serta tujuan yang ingin dicapai.
Masalah dalam SPI adalah masalah yang bersifat tertutup. Dalam SPI, tugas guru pada dasarnya mengggiring siswa melalui proses tanya jawab pada jawaban yang  sebenarnya sudah pasti. Tujuan SPI adalah menumbuhkan keyakinan dalam diri siswa tentang jawaban dari suatu masalah.
 Masalah dalam SPBM adalah masalah yang bersifat terbuka.Tujuan SPBM adalah kemampuan siswa untuk berfikir kritis, analitis, sistematis, dan logis untuk menemukan alternatif pemecahan masalah melalui eksplorasi data secara empiris dalam rangka menumbuhkan sikap ilmiah.
Hakikat masalah dalam SPBM adalah kesenjangan antara situasi nyata dan kondisi yang diharapkan.Kesenjangan tersebut bisa dirasakan dari adanya keresahan, keluhan, kerisauan, atau kecemasan. Oleh karena itu, maka materi pelajaran tidak terbatas pada materi pelajaran yang bersumber dari buku saja, Tetapi dapat bersumber dari peristiwa-peristiwa tertentu  sesuai dengan kurikulum yang berlaku. Di bawah ini kriteria pemilihan bahan pelajaran dalam SPBM.
1.      Bahan pelajaran harus mengandung isu-isu yang mengandung konflik yang bisa bersumber dari berita; rekaman video dan yang lainnya.
2.      Bahannya bersifat familiar dengan siswa, sehingga setiap siswa dapat mengikutinya dengan baik.
3.      Bahan yang dipilih merupakan bahan yang berhubungan dengan kepentingan orang banyak (universal).
4.      Bahan yang dipilih merupakan bahan yang mendukung tujuan atau kompetensi yang harus dimiliki oleh siswa sesuai kurikulum yang berlaku.
5.      Bahan yang dipilih sesuai dengan minat siswa sehingga setiap siswa merasa perlu untuk mempelajarinya.
B.     Tahapan-Tahapan Pembelajaran Berbasis Masalah
            Banyak ahli yang menjelaskan bentuk peranan SPBM. Sanjaya (2008) yang mengutip pendapat John Dewey seorang ahli pendidikan berkebangsaan Amerika menjelaskan 6 langkah SPBM yang kemudian dia namakan metode pemecahan masalah (problem solving), yaitu :
1.   Merumuskan masalah, yaitu langkah siswa menentukan masalah yang akan dipecahkan.
2.   Menganalisis masalah, yaitu langkah siswa meninjau masalah secara dari berbagai sudut pandang.
3.   Merumuskan hipotesis, yaitu langkah siswa merumuskan berbagai kemungkinan pemecahan sesuai dengan pengetahuan untuk memecahkan masalah.
4.   Mengumpulkan data, yaitu langkah siswa mencari dan menggambarkan informasi yang diperlukan untuk pemecahan masalah.
5.   Pengujian Hipotesis, yaitu langkah siswa mengambil dan merumuskan kesimpulan sesuai dengan penerimaan dan penolakan hipotesis yang diajukan.
6.   Merumuskan rekomendasi pemecahan masalah, yaitu langkah siswa menggambarkan rekomendasi yang dapat dilakukan sesuai dengan rumusan .
David Johnson & Johnson mengemukakan ada 5 langkah SPBM melalui kegiatan kelompok.
1.   Mengedefinisikan masalah, yaitu merumuskan masalah dari peristiwa tertentu yang  mengandung isu konflik, hingga siswa menjadi jelas masalah apa yang akan dikaji.
2.   Mendiagnosis masalah, yaitu menentukan sebab-sebab terjadinya masalah, serta menganalisis berbagai faktor, dari baik faktor yang bisa mengahambat maupun faktor yang dapat mendukung dalam penyelesaian masalah.
3.   Merumuskan alternatif strategi, yaitu menguji setiap tindakan yang telah dirumuskan melalui diskusi kelas.
4.   Menentukan dan menerapkan strategi pilihan, yaitu pengambilan keputusan tentang strategi mana yang dapat dilakukan.
5.   Melakukan evaluasi, baik evaluasi proses maupun evaluasi hasil. Evaluasi proses adalah evaluasi terhadap seluruh kegiatan, sedangkan evaluasi hasil adalah evaluasi terhadap akibat dari penerapan strategi yang diterapkan.
Sesuai dengan tujuan SPBM adalah untuk menumbuhkan sikap ilmiah, dari beberapa bentuk SPBM yang dikemukakan para ahli secara umum SPBM bisa dilakukan dengan langkah-langkah :
1.   Menyadari Masalah
Implementasi SPBM harus dimulai dengan kesadaran adanya masalah yang harus dipecahkan.Pada tahapan ini guru membimbing siswa pada kesadaran adanya kesenjangan atau gap yang dirasakan oleh manusia atau lingkungan sosial.
2.   Merumuskan Masalah
Bahan pelajaran dalam bentuk topik yang dapat dicari dari kesenjangan, selanjutnya difokuskan pada masalah apa yang pantas untuk dikaji. Rumusan masalah sangat penting, sebab selanjutnya akan berhubungan dengan kejelasan dan kesamaan persepsi tentang masalah dan berkaitan dengan data-data apa yang harus dikumpulkan untuk menyelesaikannya.
3.   Merumuskan Hipotesis
Sebagai proses berpikir ilmiah yang merupakan perpaduan dari berpikir deduktif  dan induktif, maka merumuskan hipotesis merupakan langkah penting yang tidak boleh ditinggalkan. Kemampuan yang diharapkan dari siswa dalam tahapan ini adalah siswa dapat menentukan sebab akibat dari masalah yang ingin diselesaikan.
4.   Mengumpulkan Data
Sebagai proses berpikir empiris keberadaan data dalam proses berpikir ilmiah merupakan hal yang sangat penting. Sebab, menentukan cara penyelesaian masalah sesuai dengan hipotesis yang diajukan harus sesuai dengan data yang ada proses berpikir ilmiah bukan proses berimanjinasi akan tetapi proses yang didasarkan pada pengalaman. Oleh karena itu, dalam tahapan ini siswa didorong untuk mengumpulkan data relevan.
5.   Menguji Hipotesis
Berdasarkan data yang dikumpulkan, akhirnya siswa menentukan hipotesis mana yang diterima dan mana yang ditolak.
6.   Menentukan Pilihan Penyelesaian
Menentukan pilihan penyelesaian merupakan akhir dari proses SPBM. Kemampuan yang diharapkan dari tahapan ini adalah kecakapan memilih alternatif  penyelesaian yang memungkinkan dapat dilakukan serta dapat memperhitungkan kemungkinan yang akan terjadi sehubungan dengan alternatif yang dipilihnya, termasuk memperhitungkan akibat yang akan terjadi pada setiap pilihan.
Pola secara sederhana mengelompokkan langkah pemecahan masalah menjadi 4 (empat) langkah yaitu : 1) memahami masalah, 2) membuat rencana pemecahan, 3) melaksanakan rencana dan 4) melihat kembali.
            Aktivitas pemecahan masalah merupakan variasi dan pengalaman “Guide Discovery”.Kadang-kadang masalah itu muncul secara alamiah. Masalah terbaik bagi anak adalah berpikir tentang keterlibatannya dengan berbagai cara, dengan menggabungkan berbagai informasi secara benar, dan memiliki lebih dari satu upaya jalan keluarnya. Tahapan-tahapan dalam menggunakan strategi pembelajaran pemecahan masalah sebagai berikut :
1.   Menyadari adanya masalah dengan mengidentifikasi.
2.   Mengumpulkan informasi.
3.   Merancang solusi.
4.   Menguji coba solusi.
5.   Mengambil kesimpulan.
6.   Menyampaikan hasil.
                     
Richard I. Arend (2008) mengemukakan langkah-langkah melaksanakan pembelajaran berbasis masalah sebagai berikut :
Fase
Kegiatan
Perilaku Guru
1
Memberikan orientasi tentang permasalahan kepada siswa
1.    Guru membahas tujuan pelajaran
2.    Guru mendeskripsikan berbagai kebutuhan logistik
3.    Guru memberikan motivasi kepada siswa untuk terlibat secara aktif dalam kegiatan pemecahan maslah.
2
Mengorganisir siswa untuk meneliti
Guru membantu siswa untuk mendefinisikan dan mengorganisikan tugas-tugas belajar yang terkait dengan permasalahannya.
3
Membantu investigasi mandiri dan kelompok
Guru mendorong siswa mendapat informasi yang tepat, melaksanakan ekperimen dan memberi penjelasan dan solusi.
4
Mengembangkan dan mempresentasikan arteifak dan exhibit
Guru membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan artifak dan exhibit yang tepat seperti laporan, rekaman video dan model-model Guru membantu siswa menyampaikan/mempresentasikan kepada orang lain.
5
Menganalisis dan mengevaluasi proses mengatasi masalah
Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi terhadap investigasinya dan proses-proses yang mereka gunakan.

            Beberapa catatan khusus untuk setiap langkah tersebut di atas yang perlu mendapat perhatian dalam Implementasi pembelajaran berbasis masalah adalah sebagai berikut :
1.      Pada saat guru menjelaskan tujuan pembelajaran, ada beberapa hal yang harus disadari oleh seorang guru
a.       Tujuan yang diinginkan dalam pembelajaran berbasis masalah bukanlah untuk mempelajari sejumlah informasi baru tetapi menginvestigasi berbagai permasalahan penting untuk membangun/membuat siswa menjadi mandiri.
b.      Pertanyaan atau permasalah yang akan diinvestigasi, bukan masalah yang harus memerlukan “YA atau TIDAK”, tetapi permasalahan yang memerlukan jawaban dengan kemampuan berpikir yang lebih kompleks.
2.      Mengorganisikan siswa untuk meneliti
Dalam mengorganisir siswa baik dalam kelompok kecil maupun mandiri perlu diperhatikan dan diberikan orientasi yang jelas kepada siswa tentang permasalahan yang akan dibahas, hal ini dapat dilakukan dengan menggunakan video pendek, berita dikoran dan sebagainya.
3.      Pengempulan dan investigasi
Pada fase kegiatan ini guru harus benar-benar mendorong siswa untuk aktif dalam mengumpulkan data dan informasi yang sebanyak-banyaknya tentang permasalahan yang sedang dibahas.

C.    Implementasi dan Evaluasi Pembelajaran Berbasis Masalah
a.      Penataan Lingkungan Belajar Dalam Pembelajaran Berbasis Masalah
Lingkungan belajar merupakan salah satu komponen yang harus mendapat perhatian guru dalam pembelajaran berbasis masalah, agar pembelajaran berlangsung lancar tanpa adanya disturbsi. Ada beberapa hal yang akan diperhatikan dalam penataan lingkungan belajar sebagai berikut :
1.    Menangani situasi multitugas
Pada kelas yang gurunya menggunakan pembelajaran berbasis masalah banyak tugas-tugas yang harus diselesaikan oleh siswa yang terjadi secara simultan. Untuk membuat pekerjaan kelas yang multi tugas ini bekerja secara efektif, maka guru sebaiknya memberikan bimbingan kepada siswa untuk :
a)      Bekerja secara mandiri dan bekerja bersama-sama.
b)      Guru hendaknya mengembangkan cuing sistem untuk memperingatkan siswa dan membantu mereka menjalani transisi dari satu tipe tugas ke tipe tugas belajar lainnya.
c)      Guru membuat chart dan jadwal yang tentang tugas-tugas yang harus dijadwalkan dan tenggang waktu penyelesaiannya masing-masing tugas tersebut.
d)     Guru memantau kemajuan masing-masing siswa atau kelompok siswa selama multitugas.
2.    Menyesuaikan dengan tingkat penyelesaian yang berbeda
Salah satu masalah rutian yang dihadapi oleh guru-guru di berbagai tingkatan sekolah mulai dari tingkat terendah sampai pada perguruan tinggi pun juga terjadi adalah tinglat penyelesaian tugas yang berbeda.
Untuk mengelola kondisi penyelesaian tugas seperti di atas, diperlukan kemampuan guru untuk mensiasati dengan beberapa kegiatan berikut ini :
a)      Buat aturan waktu yang tegas, prosedur tugas downtime activities.
b)      Untuk siswa yang menyelesaikan tugas lebih awal dan memiliki siswa waktu akan lebih banyak kalau diberikan bahan bacaan yang menarik untuk dibaca yang fungsinya sebagai pengayaan bahan ajar atau dapat juga diberikan bahan-bahan permainan edukatif.
c)      Memberikan tugas pengayaan kepada siswa yang lebih maju dengan memberikan masalah yang menentang untuk diuji cobakan dilaboratorium, dengan demikian siswa akan lebih terasah kemampuan intelektualnya.
d)     Guru mendorong siswa yang lebih maju untuk menmbantu temannya yang belum selesai (tutor sebaya).
3.    Memantau dan mengelola pekerjaan siswa
Seperti diketahui pembelajaran berbasis masalah adalah pembelajaran yang syarat dengan tugas-tugas (multitugas) dan harus diselesaikan siswa secara simultan, konsekuensinya maka pemantauan dan pengelolaan pekerjaan siswa menjadi suatu yang sangat krusial dalam strategi pembelajaran ini. Ada tiga hal pokok yang perlu dilakukan guru untuk menjamin pembelajaran berbasis masalah menjadi akuntabel yaitu :
a)      Persyaratan tugas untuk semua siswa harus dijelaskan secara tegas dan jelas serta rinci.
b)      Pekerjaan siswa harus dipantau dan umpan balik harus diberikan pada pekerjaan siswa yang sedang berjalan.
c)      Catatan perkembangan siswa yang harus dibuat.
4.    Mengatur gerakan dan perilaku di luar kelas
Apabila guru menugaskan siswa menyelesaikan tugasnya untuk memecahkan permasalahan di laboratorium, maka guru sudah seharusnya memastikan bahwa siswanya memahami secara jelas apa dan bagaimana bekerja di laboratorium, atau diperpustakaan, maka pastikan siswa mengerti bagaimana mencari bahan bacaan secara cepat dan tepat, bagaimana mengelola bahan bacaan, membuat catatan kecil yang mudah dan cepat dalam penggunaannya.
b. Asesmen dan Evaluasi Dalam Pembelajaran Berbasis Masalah
Pada dasarnya sistem evaluasi pada pembelajaran dengan menggunakan strategi lainnya dapat diterapkan pada pembelajaran berbasis masalah, yang harus disadari adalah bahwa evaluasi yang digunakan harus sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai, artinya evaluasi harus dapat mengukur apa yang menjadi indikator keberhasilan belajar.
          Pengukuran Pemahaman
Pembelajaran berbasis masalah menjangkau ke luar pengembangan pengetahuan faktual tentang sebuah topik, yakni pengembangan pemahaman yang agak sophisticated tentang berbagai masalah dan dunia di sekitar siswa. Untuk  mengukur pemahaman siswa tentang suatu topik dapat dibuat tes yang agak terbuka jawabannya, kepada siswa dalam bentuk karangan essei.
          Mengases Potensi Belajar
Tes performasi kebanyakan hanya mengukur pengetahuan dan keterampilan pada titik waktu tertentu, tetapi belum mengases potensi belajar atau kesiapan belajar siswa.Untuk itu tes kesiapan untuk membaca dan bidang perkembangan bahasa lainnya dapat digunakan, dan alat tes tersebut sudah banyak tersedia dan telah memiliki tingkat vadilitas dan rehabilitas yang tidak diragukan lagi.

D.    Keunggulan dan Kelemahan Pembelajaran Berbasis Masalah
1.      Keunggulan
a. Pemecahan masalah (problem solving) merupakan teknik yang cukup bagus untuk lebih memahami isi pelajaran.
b.      Pemecahan masalah (problem solving) dapat menentang kemampuan siswa serta   memberikan kepuasan untuk menemukan pengetahuan baru bagi siswa.
c.       Pemecahan masalah (problem solving) dapat meningkatkan aktivitas pembelajaran siswa.
d.      Pemecahan masalah (problem solving) dapat membantu siswa bagaimana mentranfer pengetahuan mereka untuk memahami masalah dalam kehidupan nyata.
e.       Pemecahan masalah (problem solving) dapat membantu siswa untuk mengembangkan pengetahuan barunya dan bertanggung jawab dalam pembelajaran yang mereka lakukan.
f.       Melalui pemecahan masalah (problem solving) bisa memperlihatkan kepada siswa bahwa setiap mata pelajaran.
.
2.   Kelemahan
a.    Manakala siswa tidak memiliki minat atau tidak mempunyai kepercayaan bahwa masalah yang dipelajari sulit untuk dipecahkan, maka mereka akan merasa enggan untuk mencoba.
b.   Keberhasilan strategi pembelajaran melalui problem solving membutuhkan cukup waktu untuk persiapan dan pelaksanaannya.
c.    Tanpa pemahaman mengapa mereka berusaha untuk memecahkan masalah yang sedang dipelajari, maka mereka tidak akan belajar apa yang mereka ingin pelajari.







E.          Keaktifan Belajar

Pendidikan tradisional dengan “Sekolah Dengar”-nya tidak mengenal bahakan sama sekali tidak menggunakan asas aktifitas dalam proses belajar-mengajar. Para siswa hanya mendengarkan hal-hal yang dipompakan oleh guru.Kegiatan mandiri dianggap tidak ada maknanya, karena guru adalah orang yang serba tahu dan menentukan segala hal yang dianggap penting bagi siswa. Di sisi lain sisiwa hanya bertugas menerima dan menelan, mereka pasif atau tidak aktif. Aktifitas adalah keaktifan; kegiatan; kesibukan. Aktifitas belajar adalah segala bentuk atau kegiatan untuk melakukan proses pembelajaran. Dalam kemajuan metodologi dewasa ini asas aktifitas lebih ditonjolkan melalui suatu program unit


28


activity, sehingga kegiatan belajar siswa menjadi dasar untuk mencapai tujuan dan hasilbelajar yang lebih memadai (Hamalik, 2003).

Aktifitas belajar itu banyak sekali macamnya maka para ahli mengadakan klasifikasi atas macam-macam aktifitas tersebut.Beberapa diantaranya dikemukakan oleh Paul D. Dierich dalam Hamalik (2008: 172), membaginya dalam 8 kelompok, yaitu.

a.       Kegiatan-kegiatan visual
Membaca, melihat gambar-gambar, mengamati eksperimen, mengamati orang lain bekaerja dan lain sebagainya.

b.      Kegiatan-kegiatan lisan
Mengemukakan fakta atau prinsip, menghubungkan suatu kejadian, mengajukan pertanyaan, memberi saran, mengemukakan pendapat, wawancara, diskusi dan lain sebagainya.
c.       Kegiatan-kegiatan mendengarkan
Mendengarkan penyajian bahan, mendengarkan percakapan atau diskusi kelompok.

d.      Kegiatan-kegiatan menulis
Menulis cerita, menulis laporan, memeriksa karangan, membuat rangkuman, mengerjakan tes.

e.       Kegiatan-kegiatan menggambar
Menggambar, membuat grafik, diagram peta dan pola.
f.       Kegiatan-kegiatan metrik
Melakukan percobaan, memilih alat-alat, melaksanakan pameran, membuat model, menyelenggarakan permainan.

g.      Kegiatan-kegiatan mental
Merenungkan, mengingat, memecahkan masalah, menganalisis, dan membuat keputusan.

h.      Kegiatan-kegiatan emosional
Minat, membedakan, berani, tenang dan lain-lain.
Sedangkan menurut M. Whipple dalam Hamalik (2008: 173), mengelompokkan aktivitas belajar menjadi beberapa kategori, antara lain:

a.         Bekerja dengan alat visual
1)        Mengumpulkan gambar-gambar dan bahan ilustrasi lainnya

2)        Mempelajarigambar-gambar, stereograph slide film, khusus mendengarkan penjelasan, mengajukan pertanyaan-pertannyaan

3)        Mengurangi pemeran

4)        Mencatat pertanyaan-pertanyaan yang menarik minat, sambil mengamati bahan-bahan visual


29

5)        Memilih alat-alat visual ketika memberikan laporan lisan
6)        Menyusun pameran, menulis tabel
7)        Mengatur file material untuk digunakan kelak
b.        Ekskursidan trip
1)        Mengunjungi museum, akuarium, dan kebun binatang

2)        Mengundang lembaga-lembaga/jawatan-jawatan yang dapat memberikan keterangan dan bahan-bahan

3)        Menyaksikan demonstrasi, seperti proses produksi di pabrik sabun, proses penerbitan surat kabar, dan proses penyiaran televisi.

c.         Mempelajari masalah-masalah
1)        Mencari informasi dalam menjawab pertanyaan-pertanyaanpenting
2)        Mempelajari ensiklopedia dan referensi

3)        Membawa buku-buku dari rumah dan perpustakaan umum untuk melengkapi seleksi sekolah

4)        Mengirim surat kepada bahan-bahan bisnis untuk memperoleh informasi dan bahan-bahan

5)        Melaksanakan petunjuk-petunjuk yang diberikan oleh guidance yang telah disiarkan oleh guru

6)        Membuat catatan-catatan sebagai persiapan diskusi dan laporan
7)        Menafsirkan peta, menentukan lokasi
8)        Melakukan eksperimen

9)        Menilai informasi dari berbagai sumber, menentukan kebenaran atas pertanyaan-pertanyaan yang bertentangan

10)    Mengorganisasikan bahan bacaan sebagai persiapan diskusi atau laporan lisan

11)    Mempersiapkan dan memberikan laporan-laporan lisan yang menarik dan bersifat informative

12)    Membuat rangkuman, menulis laporan dengan maksud tertentu
13)    Mempersiapkan daftar bacaan yang digunakan dalam belajar

14)    Men-skin bahan untuk menyusun subyek yang menarik untuk studi lebih lanjut

d.        Mengapresiasi literature
1)        Membaca cerita-cerita menarik
2)        Mendengarkan bacaan untuk kesenangan dan informasi

e.         Ilustrasi dan konstruksi
1)        Membuat chart dan diagram
2)        Membuat blue print
3)        Menggambar dan membuat peta
4)        Menyiap, relief map, pictorial map
5)        Membuat poster
6)        Membuat ilustrasi, peta, dan diagram untuk sebuah buku
7)        Menyusun rencana permainan
8)        Menyiapkan suatu frieze
9)        Membuat artikel untuk pameran
f.         Bekerja menyajikan informasi
1)        Menyarankan cara-cara penyajian informasi yang menarik

2)        Menyensor bahan-bahan dalam buku-buku
3)        Menyusun bullSolihatin board secara up to date
4)        Merencanakan dan melaksanakan suatu program assembly

5)        Menulis dan menyajikan dramatisasi g. Cek dan tes

1)        Mengerjakan informal dan standardized test
2)        Menyiapkan tes-tes untuk murid lain
3)        Menyusun grafik perkembangan


Secara sederhana, Djamarah (2011: 38) mengemukakan aktivitas belajar dalam

beberapa kegiatan, antara lain:

a.       Mendengarkan
b.      Memandang
c.       Meraba, membau, dan mencicipi/mengecap
d.      Menulis dan mencatat
e.       Membaca
f.       Membuat iktisara tau ringkasan dan menggaris bawahi
g.      Mengamati tabel-tabel, diagram-diagram dan bagan-bagan
h.      Menyusun paper atau kertas kerja
i.        Mengingat
j.        Berfikir
k.      Latihan atau praktek
Penggunaan     asas   aktivitas   besar   nialinya   bagi   pengajaran   para   siswa
dikarenakan:

a.         Para siswa mencari pengalaman sendiri dan langsung mengalami sendiri.

b.        Berbuat sendiri akan mengembangkan seluruh aspek pribadi siswa secara integral.

c.         Memupuk kerjasama yang harmonis dikalangan siswa

d.        Para siswa bekerja menurut minat dan kemampuan sendiri

e.         Memupuk disiplin kelas secara wajar dan suasana belajar menjadi demokratis

f.         Pengajaran di sekolah menjadi hidup sebagaimana aktivitas dalam kehidupan di masyarakat.



Dapat disimpulkan bahwa aktifitas belajar memiliki artian segala jenis kesibukan yang dilakukan pada proses pembelajaran, ada berbagai aktifitas kegiatan yang dilaukan dalam proses pembelajaran,seperti menulis, membaca, mengemukakan pendapat, bertanya

31


dan diskusi kelompok. Tujuan dalam aktifitas pembelajaran adalah untuk mengembangkan seluruh aspek pribadi siswa dan pengajaran di sekolah menjadi hidup sebagaimana aktifitas dalam kehidupan di masyarakat.


F.          Prestasi Belajar

Keinginan, keberanian serta kesempatan untuk berpartisipasi dalam kegiatan persiapan, proses, dan kelanjutan belajar.Kamus Besar Bahasa Indonesia (2001) menyebutkan prestasi adalah hasil yang telah dicapai dari yang telah dilakukan, dikerjakan, dan sebagainya. Hal ini hampir sama dengan pernyataan Winkel (1996) yang menyatakan bahwa prestasi adalah bukti usaha yang telah dicapai. Sementara itu, Arifin (1990) juga menyatakan bahwa prestasi adalah hasil dari kemampuan, ketrampilan, dan sikap seseorang dalam menyelesaikan suatu hal.

Dari beberapa pendapat di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa prestasi adalah bukti atau hasil usaha yang telah dicapai olah seseorang setelah melaksanakan usaha sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya. Sudjana (1996) menyatakan bahwa belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang. Pendapat serupa juga dinyatakan oleh Hamalik (2003) bahwa belajar adalah perubahan tingkah laku yang relatif mantap berkat latihan dan pengalaman.Menurutnya, belajar merupakan bagian hidup manusia dan berlangsung seumur hidup.Kapan saja dan di mana saja, baik di sekolah, di rumah, bahkan di jalanan dalam waktu yang tidak ditentukan sebelumnya.

Menurut Slameto (1995), “Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil dari pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya”. Jadi


32


belajar lebih menekankan pada perubahan tingkah laku seseorang dalam belajar sebagai hasil pengalaman dan latihan.

Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa belajar adalah proses membangun makna melalui latihan dan pengalaman, sehingga dapat menimbulkan perubahan tingkah laku yang baru pada diri individu dalam interaksi dengan lingkungannya. Prestasi merupakan bukti usaha yang dicapai, sedangkan belajar adalah proses membangun makna melalui latihan dan pengalaman, sehingga dapat menimbulkan perubahan tingkah laku yang baru pada diri individu dalam interaksi dengan lingkungannya, sehingga prestasi belajar mengandung pengertian sebagai hasil yang dicapai seseorang selama proses membangun makna melalui latihan dan pengalaman.

Kamus Besar Bahasa Indonesia (2001) menyebutkan prestasi belajar adalah penguasaan pengetahuan atau ketrampilan yang dikembangkan oleh mata pelajaran lazimnya ditunjukkan dengan nilai tes atau angka nilai yang diberikan oleh guru.Arifin (1990) menyatakan bahwa “Prestasi belajar merupakan suatu masalah yang bersifat perennial dalam sejarah manusia karena sepanjang rentang kehidupannya manusia selalu mengejar prestasi menurut bidang dan kemampuannya masing-masing”. Arifin juga mengemukakan bahwa prestasi belajar mempunyai beberapa fungsi utama, antara lain.

1.      Prestasi belajar sebagai indikator kualitas dan kuantitas pengetahuan yang telah dikuasai anak didik.

2.      Prestasi belajar sebagaa lambang pemuasan hasrat ingin tahu.
3.      Prestasi belajar sebagai bahan informasi dalam inovasi pendidikan.

4.      Prestasi belajar sebagai indikator intern dan ekstern dari suatu institusi pendidikan.

5.      Prestasi belajar dapat dijadikan indikator terhadap daya serap (kecerdasan) anak didik.







33


Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar adalah hasil usaha yang dicapai oleh siswa dalam proses belajar yang dinyatakan dalam bentuk angka, huruf maupun simbol dalam periode tertentu. Di dalam penelitian ini prestasi belajar dinyatakan dalam bentuk angka.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar