KAJIAN TEORI DAN
HIPOTESIS TINDAKAN
A.
Model Pembelajaran Cooperative
Learning
Model pembelajaran
menurut Joyce dan Weil dalam Rusman (2012) berpendapat bahwa model pembelajaran
adalah suatu rencana atau pola yang dapat digunakan untuk membentuk kurikulum
(rencana pembelajaran jangka panjang), merancang bahan-bahan pembelajaran, dan
membimbing pembelajaran di kelas atau yang lain.
Model pembelajaran
menurut Rusman (2012:
136) memiliki ciri-ciri
sebagaiberikut:
a.
Berdasarkan teori pendidikan dan teori
belajar dari para ahli tertentu. Sebagai contoh, model penelitian kelompok
disusun oleh Herbert Thelen dan berdasarkan teori John Dewey. Model ini
dirancang untuk melatih partisipasi dalam kelompok secara demokratis.
b.
Mempunyai misi atau tujuan pendidikan
tertentu, misalnya model berpikir induktif dirancang untuk mengembangkan proses
berpikir induktif
c.
Dapat dijadikan pedoman untuk perbaikan
kegiatan belajar mengajar di kelas, misalnya model Synectic dirancang
untuk memperbaiki kreativitas dalam pembelajaran
d.
Memiliki bagian-bagian model yang
dinamakan: (1) urutan langkah-langkah pembelajaran (Syntax); (2) adanya
prinsip-prinsip reaksi; (3) sistem sosial; dan (4) sistem pendukung. Keempat
bagian tersebut merupakan pedoman praktis bila guru akan melaksanakan suatu
model pembelajaran.
e.
Memiliki dampak sebagai akibat terapan
model pembelajaran. Dampak tersebut meliputi: (1) Dampak pembelajaran, yaitu
hasil belajar yang dapat diukur; (2) Dampak pengiring, yaitu hasil belajar
jangka panjang.
f.
Membuat
persiapan mengajar (desain
instruksional) dengan pedoman
model pembelajaran yang dipilihnya.
Sintak model
pembelajaran kooperatif terdiri dari 6 (enam) fase sebagai berikut:
|
Tabel
2.1 Sintag Cooperative Learning
|
|
|
||||
|
|
|
|
|
|
||
|
FASE-FASE
|
|
13
|
|
PERILAKU GURU
|
||
|
Fase 1:
Present goals and
|
|
|
|
Menjelaskan
|
tujuan
|
|
|
Menyampaikan
|
tujuan
|
dan
|
|
pembelajaran
|
dan
|
|
|
mempersiapkan peserta
didik
|
|
|
|
mempersiapkan
|
peserta didik
|
|
|
|
|
|
|
|
siap belajar
|
|
|
|
|
|
|
|
13
|
|
|
|
Mempresentasikan
|
|
informasi
|
|||||
|
Menyajikan informasi
|
|
kepada peserta didik
secara verbal
|
||||||
|
Fase 3:
Organize Student Into
|
Memberikan
|
penjelasan kepada
|
||||||
|
Learning Teams
|
|
|
peserta
|
didik
|
tentang
|
cara
|
||
|
Mengorganisir
|
peserta didik
|
ke
|
pembentukan
|
tim
|
belajar
|
dan
|
||
|
dalam tim-tim belajar
|
|
membantu
|
kelompok melakukan
|
|||||
|
|
|
|
transisi
yang efisien
|
|
|
|
||
|
Fase 4: Assist
team work and study
|
Membantu tim-tim
belajar selama
|
|||||||
|
Membantu kerja tim
dan belajar
|
|
peserta didik
mengerjakan tugasnya
|
||||||
|
Fase 5: Test on
the materials
|
|
Menguji pengetahuan
peserta didik
|
||||||
|
Mengevaluasi
|
|
|
mengenai
|
|
berbagai
|
materi
|
||
|
|
|
|
pembelajaran
|
atau
|
kelompok-
|
|||
|
|
|
|
kelompok
|
mempresentasikan
|
Hasil
|
|||
|
|
|
|
kerjanya
|
|
|
|
|
|
|
Fase 6: Provide
recognition
|
|
Mempersiapkan
|
cara
|
|
untuk
|
|||
|
Memberikan
|
pengakuan
|
atau
|
mengakui
|
usaha
|
dan
|
presentasi
|
||
|
penghargaan
|
|
|
individu maupun
kelompok
|
|
||||
Sumber:
Suprijono, 2009: 65
Terdapat beberapa model pembelajaran mulai dari
pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and Learning),
pembelajaran kooperatif (Cooperative Learning), pembelajaran berbasis
masalah (PBM), pembelajaran tematik, dan lainnya. Dalam penelitian ini, tim
peneliti menggunakan model pembelajaran kooperatif.
Slavin (2010) menjelaskan, model Cooperative
Learning adalah suatu model atau acuan dalam pembelajaran dimana dalam
psoses pembelajaran yang berlangsung siswa belajar dan bekerja dalam
kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari 4
sampai 6 orang, dengan struktur kelompoknya yang bersifat heterogen atau dengan
karakteristik yang berbeda-beda. Guru dengan kedudukannya sebagai perancang dan
pelaksana pembelajaran dalam menggunakan model ini harus memperhatikan beberapa
konsep dasar yang merupakan dasar-dasar konseptual dalam penggunaan CooperativeLearning.
Menurut (Stahl, 1994 dalam Solihatin 2008: 7-10),
dasar konseptual dalam penggunaan Cooperative Learning meliputi sebagai
berikut:
14
b.
Penerimaan yang menyeluruh oleh siswa
tentang tujuan belajar
c.
Ketergantungan yang bersifat positif
d.
Interaksi yang bersifat terbuka
e.
Tanggungjawab individu
f.
Kelompok bersifat heterogen
g.
Interaksi sikap dan perilaku sosial yang
positif
h.
Tindak lanjut (follow up)
i.
Kepuasan dalam belajar
Pelaksanaan
pembelajaran model Cooperative Learning harus memperhatikan alurataupun
langkah-langkah kegiatannya. Mulai dari kegiatan perencanaan, pelaksanaan
sampaitahap akhir yaitu mengenai evaluasi yang dilakukan. Langkah-langkah dalam
penggunaanmodel Cooperative Learning secara umum (Stahl 1994; Slavin,
1983 dalam Solihatin 2008: (10-12)
dapat dijelaskan secara operasional sebagai berikut:
a.
Langkah pertama yang dilakukan oleh guru
adalah merancang rencana program pembelajaran. Pada langkah ini guru
mempertimbangkan dan menetapkan target pembelajaran yang ingin dicapai dalam
pembelajaran. Selain itu, guru juga menetapkan sikap dan ketrampilan sosial
yang diharapkan dikembangkan dan diperhatikan oleh siswa selama berlangsungnya
pembelajaran. Guru dalammerancang program pembelajaran harus mengorganisasikan
materi dan tugas-tugas siswa yang mencerminkan sistem kerja dalam kelompok
kecil.
b.
Langkah kedua guru merancang lembar
observasi yang akan digunakan untuk mengobservasi kegiatan siswa dalam belajar
secara bersama-sama dalam kelompok-kelompok kecil. Guru hanya menjelaskan
pokok-pokok materi dengan tujuan siswa mempunyai wawasan dan orientasi yang
memadai tentang materi yang diajarkan. Pada saat guru selesai menyampaikan
materi, langkah berikutnya adalah menggali pengetahuan dan pemahaman siswa
tentang materi pelajaran berdasarkan apa yang telah diberikan
c.
Langkah ketiga, dalam melakukan observasi
terhadap kegiatan siswa, guru mengarahkan dan membimbing siswa, baik secara
individual maupun kelompok, baik dalam memahami materi maupun mengenai sikap
dan perilaku siswa selama kegiatan belajar berlangsung. Selain itu guru juga
berkewajiban secara periodik memberikan layanan kepada siswa, baik secara
individual maupun secara klasikal. Pemberian pujian dan kritikan dari guru juga
akan membangun kreativitas siswa dalam bekerja berkelompok
d.
Langkah keempat, guru memberikan
kesempatan kepada siswa dari masing-masing kelompok untuk mempresentasikan
hasil kerjanya. Pada saat diskusi kelas ini, guru berperan sebagai moderator,
dimaksudkan untuk mengarahkan dan mengoreksi pengertian dan pemahaman siswa
terhadap materi atau hasilkerja
yang
telah ditampilkannya. Pada saat presentasi siswa berakhir, guru mengajak siswa
untuk melakukan refleksi diri terhadap proses jalannya pembelajaran, dengan
tujuan untuk memperbaiki kelemahan-kelemahan yang ada atau sikap serta perilaku
menyimpang yang dilakukan selama pembelajaran. Guru juga seharusnya memberikan
penekanan terhadap nilai, sikap, dan perilaku sosial yang harus dikembangkan
dan dilatih oleh siswa.
Model pembelajaranCooperative Learning
tidak sama dengan
sekedar belajar
kelompok,
tetapi ada unsur-unsur dasar yang membedakannya dengan pembagian kelompokyang
dilakukan asal-asalan. Roger dan Johnson 1994 (dalam Lie, 2007) mengatakan
bahwatidak semua kerja kelompok bisa dianggap Cooperative Learning,
untuk itu harus diterapkanlima unsur model pembelajaran gotong royong atau
lebih biasa dikenal dengan sebutan kerjakelompok di dalam suatu pembelajaran,
yaitu dengan adanya rasa saling ketergantunganpositif, tanggung
jawab perseorangan, tatap
muka, komunikasi antar
anggota, evaluasiproses kelompok,
selain itu, model Cooperative Learning
dalam
pengembangannyamemiliki
tujuan pencapaian antara
lain mengenai hasil
belajar akademik, penerimaanterhadap perbedaan individu dan
pengembangan keterampilan sosial.
Dalam
menggunakan model pembelajaran Cooperative Learning di dalam kelas,ada
beberapa konsep mendasar yang perlu diperhatikan dan diupayakan oleh guru. Guru
dengan
kedudukannya sebagai perancang dan pelaksana pembelajaran dalam
menggunakanmodel ini harus
memperhatikan beberapa konsep
dasar yangmerupakan dasar-dasarkonseptual dalam penggunaan Cooperative
Learning. Adapun prinsip-prinsip dasar tersebutmenurut Stahl (1994),
meliputi sebagai berikut.
a.
Perumusan tujuan proses belajar siswa
harus jelas Sebelum menggunakan strategi pembelajaran, guru hendaknya memulai
dengan merumuskan tujuan pembelajaran dengan jelas dan spesifik. Tujuan
tersebut menyangkut apa yang diinginkan oleh guru untuk dilakukan oleh siswa
dalam kegiatan belajarnya. Perumusan tujuan harus disesuaikan dengan tujuan
kurikulum dan tujuan pembelajaran. Apakah kegiatan belajar siswa ditekankan
pada
materi pelajaran, sikap, dan proses, ataukah keterampilan tertentu. Tujuan
harus dirumuskan dalam bahasa dan konteks kalimat yang mudah dimengerti oleh
siswa secara keseluruhan.Hal ini hendaknya dilakukan oleh guru sebelum
pembelajaran terbentuk.
b.
Penerimaan yang menyeluruh oleh siswa
tentang tujuan belajar
Guru hendaknya mampu mengkondisikan
kelas agar siswa menerima tujuan pembelajaran dari sudut kepentingan diri dan
kepentingan kelas. Oleh karena itu, siswa dikondisikan untuk mengetahui dan
menerima kenyataan bahwa setiap orang dalam kelompoknya menerima dirinya untuk
bekerja sama dalam mempelajari seperangkat pengetahuan dan keterampilan yang
telah ditetapkan untuk dipelajari.
c.
Ketergantungan yang bersifat positif
Untuk mengkondisikan terjadinya
interdependensi diantara siswa dalam kelompok belajar, maka guru harus mengorganisasikan
materi dan tugas-tugas pelajaran sehingga siswa memahami dan mungkin untuk
melakukan hal itu dalam kelompoknya (Johnson, et al., 1988). Guru harus
merancang struktur kelompok dan tugas-tugas kelompok yang memungkinkan setiap
siswa untuk belajar dan mengevaluasikan dirinya dan teman kelompoknya dalam
penguasaan dan kemampuan memahami materi pelajaran. Kondisi belajar ini
memungkinkan siswa untuk merasa tergantung secara positif pada anggota kelompok
lainnya dalam mempelajari dan menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan guru.
d.
Interaksi yang bersifat terbuka
Dalam kelompok belajar, interaksi yang
terjadi bersifat langsung danterbuka dalammendiskusikan materi dan tugas-tugas
yang diberikan oleh guru. Suasana belajar seperti itu akan membantu menumbuhkan
sikap ketergantungan yang positif dan keterbukaan di kalangan siswa untuk
memperoleh keberhasilan dalam belajarnya. Mereka akan saling member dan menerima
masukan, ide, saran, dan kritik dari temannya secara positif dan terbuka.
e.
Tanggungjawab individu
Salah satu dasar penggunaan Cooperative Learning
dalam pembelajaran adalah bahwa keberhasilan belajar akan lebih mungkin dicapai
secara lebih baik apabila dilakukan dengan bersama-sama. Oleh karena itu,
keberhasilan belajar dalam model belajar strategi ini dipengaruhi oleh
kemampuan individu siswa lainnya.Sehingga secara individual siswa mempunyai dua
tanggungjawab, yaitu mengerjakan dan memahami materi atau tugas bagi
keberhasilan dirinya dan juga bagi keberhasilan anggota kelompoknya sesuai
dengan tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.
f.
Kelompok bersifat heterogen
Dalam
pembentukan kelompok belajar, keanggotaan kelompok harus bersifat heterogen
sehingga interaksi kerja sama yang terjadi merupakan akumulasi dari berbagai
karakteristik siswa yang berbeda. Dalam suasana belajar seperti itu akan tumbuh
dan berkembang nilai, sikap, moral, dan perilaku siswa. Kondisi ini merupakan
media yang sangat baik bagi siswa untuk mengembangkan kemampuan dan melatih
keterampilan dirinya dalam suasana belajar yang terbuka dan demokratis.
g.
Interaksi sikap dan perilaku sosial yang
positif
17
Dalam mengerjakan tugas kelompok, siswa bekerja
dalam kelompok sebagai suatu kelompok kerja sama. Dalam interaksi dengan siswa
lainnya siswa tidak begitu saja bisa menerapkan dan memaksakan sikap dan
pendiriannya pada anggota kelompok lainnya.Pada kegiatan bekerja dalam
kelompok, siswa harus belajar bagaimana meningkatkan kemampuan interaksinya
dalam memimpin, berdiskusi, bernegosiasi, dan mengklarifikasi berbagai masalah
dalam menyelesaikan tugas-tugas kelompok. Dalam hal ini guru harus membantu
siswa menjelaskan bagaimana sikap dan perilaku yang baik dalam bekerja sama
yang bisa digunakan oleh siswa dalam kelompok belajarnya. Perilaku-perilaku
tersebut termasuk kepemimpinan, pengembangan kepercayaan, berkomunikasi,
menyelesaikan masalah, menyampaikan kritik, dan perasaan-perasaan sosial.Dengan
sendirinya siswa dapat mempelajari dan mempraktikkan barbagai sikap dan
perilaku sosial dalam suasana kelompok belajarnya.
h.
Tindak lanjut (follow up)
Setelah
masing-masing kelompok belajar menyelesaikan tugas dan pekerjaannya,
selanjutnya perlu dianalisis bagaimana penampilan dan hasil kerja siswa dalam
kelompok belajarnya, termasuk juga: (a) bagaimana hasil kerja yang dihasilkan, (b)bagaimana mereka membantu anggota
kelompoknya dalam mengerti dan memahami materi dan masalah yang dibahas, (c)
bagaimana sikap dan perilaku mereka dalam interaksi kelompok belajar bagi
keberhasilan kelompoknya, dan (d) apa yang mereka butuhkan untuk meningkatkan
keberhasilan kelompok belajarnya di kemudian hari. Oleh karena itu, guru harus
mengevaluasi dan memberikan berbagai masukan terhadap hasil pekerjaan siswa dan
aktivitas mereka selama kelompok belajar siswa tersebut bekerja.Dalam hal ini,
guru harus memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengemukakan ide dan saran,
baik kepada siswa lainnya maupun kepada guru dalam rangka perbaikan belajar
dari hasilnya di kemudian hari.
i.
Kepuasan dalam belajar
Setiap siswa dan kelompok harus
memeproleh waktu yang cukup untuk belajar dalam mengembangkan pengetahuan,
kemampuan, dan keterampilannya. Apabila siswa tidak memperoleh waktu yang cukup
dalam belajar, maka keuntungan akademis dari penggunaan Cooperative Learningakan
sangat terbatas (Stahl, 1994). Perolehan belajar siswapun sangat terbatas
sehingga guru hendaknya mampu merancang dan mengalokasikan waktu yang memadai
dalam menggunakan model ini dalam pembelajarannya.
Model pembelajaran
kooperatif dikembangkan untuk mencapai
setidak-tidaknya
tiga
tujuan pembelajaran penting yang dirangkum oleh Ibrahim, et al. (2007), yaitu.
a.
Hasil belajar akademik
Dalam belajar kooperatif meskipun
mencakup beragam tujuan sosial, juga memperbaiki prestasi siswa atau
tugas-tugas akademis penting lainnya.Beberapa ahli berpendapat bahwa model ini
unggul dalam membantu siswa memahami konsep-konsep sulit. Para pengembang model
ini telah menunjukkan bahwa
18
model struktur penghargaan kooperatif
telah dapat meningkatkan nilai siswa pada belajar akademik dan perubahan norma
yang berhubungan dengan hasil belajar. Di samping mengubah norma yang
berhubungan dengan hasil belajar, pembelajaran kooperatif dapat memberi keuntungan
baik pada siswa kelompok bawah maupun kelompok atas yang bekerja bersama
menyelesaikan tugas-tugas akademik.
b.
Penerimaan terhadap perbedaan individu
Tujuan lain model pembelajaran
kooperatif adalah penerimaan secara luas dari orang-orang yang berbeda
berdasarkan ras, budaya, kelas sosial, kemampuan, dan ketidakmampuannya.
Pembelajaran kooperatif memberi peluang bagi siswa dari berbagai latar belakang
dan kondisi untuk bekerja dengan saling bergantung pada tugas-tugas akademik
dan melalui struktur penghargaan kooperatif akan belajar saling menghargai satu
sama lain.
c.
Pengembangan keterampilan sosial
Tujuan penting ketiga pembelajaran
kooperatif adalah, mengajarkan kepada siswa keterampilan bekerja sama dan
kolaborasi. Keterampilan-keterampilan sosial, penting dimiliki oleh siswa sebab
saat ini banyak anak muda masih kurang dalam keterampilan sosial.
B.
Model Pembelajaran Cooperative
Learning Tipe three step interview.
Ø Pengertian Metode Interview
Metode
interview dalam proses pembelajaran seringkali disebut dengan metode wawancara.
Dalam kamus besar bahasa Indonesia, wawancara merupakan percakapan antara dua
orang atau lebih dan berlangsung antara narasumber dan pewawancara. Tujuan dari
wawancara adalah untuk mendapatkan informasi di mana sang pewawancara
melontarkan pertanyaan-pertanyaan untuk dijawab oleh orang yang diwawancarai.
Adapun pengertian interview menurut para ahli adalah sebagai
berikut:
1.
Menurut Moleong ”Interview
adalah sebuah dialog percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu
dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang
mengajukan pertanyaan dan yang diwawancarai (intervewee) yang
memberi jawaban atas pertanyaan itu.
2.
menurut M. Nazir dalam
bukunya yang berjudul, metode penelitian yaitu, “wawancara adalah proses
memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara Tanya jawab dengan
cara tatap muka antara si penanya atau pewawancara dengan si penjawab atau
responden dengan menggunakan alat yang dinamakan Interview Guide.
3.
Menurut Prabowo,
wawancara adalah metode pengambilan data dengan cara menanyakan sesuatu kepada
seseorang responden, caranya adalah dengan bercakap-cakap secara tatap muka.
Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut di atas, maka dapat
disimpulkan bahwa metode interview adalah suatu metode pembelajaran dimana
gurumengajukan beberapa pertanyaan secara lisan kepada seluruh murid di
kelas.
Namun, metode interview dalam pembelajaran berbeda dengan metode
interview sebagai instrumen penelitian.Di dalam pembelajaran, sebelum
memberikan pertanyaan, terlebih dahulu guru menyampaikan isu yang dapat memunculkan beragam
opini.Sehingga murid dapat menggali dan menemukan sendiri jawaban atas
pertanyaan dari opini tersebut.
Metode
interview yang biasa digunakan dalam proses pembelajaran adalah Three-Step
Interview (Wawancara Tiga Langkah), metode ini termasuk dalam model
pembelajaran Kooperatif.
Ø Langkah-langkah Pelaksanaan Metode
Interview
Metode
interview merupakan salah satu metode pembelajaran yang dapat melatih anak
didik dalam mengungkapkan pendapat. Agar penerapan metode interview (wawancara)
dapat berjalan dengan baik, langkah yang harus diterapkan oleh guru adalah
sebagai berikut:
1. Guru menyampaikan isu yang terkait
dengan materi pembelajaran. Isu harus dibuat semenarik mungkin, agar dapat
menggugah rasa ingin tahu siswa yang akhirnya akan melahirkan berbagai macam
opiini.
2. Guru mengajukan beberapa pertanyaan
kepada masing-masing atau beberapa orang siswa.
3. Siswa mengungkapkan opininya dengan
keras dan lantang
4. Siswa lain memberi tanggapan
Selain
langkah-langkah di atas, ada beberapa langkah lain yang bisa dilakukan guru
dalam menerapkan metode interview, yaitu:
1. Guru menyampaikan isu terkait materi
pembelajaran yang dapat memunculkan beragam opini, kemudian mengajukan beberapa
pertanyaan kepada seluruh siswa di kelas.
2. siswa secara berpasangan bermain
peran sebagai pewawancara dan orang yang diwawancarai.
3. setelah wawancara pertama dilakukan
maka pasangan bertukar peran: pewawancara berperan sebagai orang yang
diwawancarai dan sebaliknya orang yang tadi mewawancarai menjadi orang yang
diwawancarai. Setelah semua pasangan bertukar peran, selanjutnya setiap
pasangan dapat mempresentasikan hasil wawancara mereka kepada seluruh kelas
secara bergiliran.
Dari kedua
alternatif langkah di atas, terdapat perbedaan dalam penerapannya. Langkah yang
pertama lebih bersifat individual, adapun Langkah yang kedua lebih menekankan
pada kegiatan belajar kelompok, sehingga dapat terjalin kerja sama antar
anggota kelompok dalam menyelesaikan masalah. Langkah kedua ini biasa disebut
dengan Three Step Interview (Wawancara tiga langkah).
Ø Tujuan Metode Interview
Ada
beberapa tujuan diterapkannya metode interview dalam proses pembelajaran,
diantaranya adalah:
1. Memudahkan guru dalam menyampaikan
materi pembelajaran.
2. Melatih anak didik untuk berpikir
secara mandiri.
3. Melatih anak didik dalam
berpendapat.
4. Mengajarkan anak didik dalam
menyelesaikan masalah (Problem Solving)
5. Melatih cara berkomunikasi yang
baik.
6. Melatih anak untuk berperan aktif
dalam proses pembelajaran.
7. Menumbuhkan rasa percaya diri pada
diri anak.
8. Menciptakan hubungan antar-personal
yang kondusif.
Ø Kelebihan dan Kelemahan Metode
Interview
1. Kelebihan Metode Interview
Kelebihan
metode interview adalah:
a. Data dan informasi dapat diperoleh
secara langsung (face to face)
b. Adanya hubungan antar personal yang
baik.
c. Siswa tidak terlalu menggantungkan
pada guru, tetapi dapat menambah kepercayaan dan kemampuan berpikir sendiri,
menemukan informasi dari berbagai sumber, dan belajar dari siswa yang lain.
d. Dapat mengembangkan kemampuan dalam
mengungkapkan ide atau gagasan dengan kata-kata secara verbal dan
membandingkannya dengan ide-ide orang lain.
e. Membantu siswa untuk bisa menghargai
orang lain dan menyadari akan segala keterbatasannya dan menerima segala
perbedaan.
f. Dapat memberdayakan setiap siswa untuk
lebih bertanggung jawab dalam belajar.
g. Merupakan strategi yang cukup ampuh
dalam meningkatkan prestasi akademik sekaligus kemampuan sosial, termasuk
mengembangkan rasa harga diri, hubungan interpersonal yang positif dengan orang
lain, mengembangkan keterampilan dan sikap positif dalam belajar.
h. Dapat mengembangkan kemampuan siswa
untuk menguji ide dan pemahaman sendiri.
i. siswa dapat menemukan sendiri jalan
keluar dari permasalahan/isu yang sedang dihadapi.
j. Interaksi selama metode interview
berlangsung dapat meningkatkan motivasi dan memberikan rangsangan berpikir. Hal
ini berguna untuk pendidikan jangka panjang.
2. Kelemahan Metode Interview
Adapu kelemahan metode pembelajaran interview adalah :
a. Guru harus mempersiapkan
pembelajaran secara matang, di samping itu memerlukan lebih banyak tenaga,
pemikiran dan waktu.
b. Agar proses pembelajaran
berjalan dengan lancar, maka dibutuhkan dukungan fasilitas, alat dan biaya yang
cukup memadai.
c. Selama kegiatan
berlangsung, ada kecenderngan topik permasalahan yang dibahas meluas sehingga
banyak yang tidak sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.
d. Metode interview dengan
membentuk kelompok, terkadang didominasi seseorang saat diskusi. Hal ini
mengakibatkan siswa yang lain menjadi pasif.
e. Bisa menjadi tempat
mengobrol atau gosip. Hal ini terjadi jika anggota kelompok tidak mempunyai
kedisiplinan dalam belajar.Seperti datang terlambat, mengobrol atau bergosip,
membuat wakt berlalu begitu saja sehingga tujuan pembelajaran tidak tercapai.
f.
Ketika kegiatan
berlangsung kelas menjadi gaduh dan ramai, jika salah seorang atau beberapa
orang siswa tidak menerapkan sifat disiplin.
E.
Implementasi Metode
Interview dalam Pembelajaran
Telah
dijelaskan sebelumnya, bahwa metode interview dapat diterapkan dengan dua cara,
yakni secara individual dan kelompok. Untuk cara pertama (individual), dalam
mata pelajaran Fiqih materi tentang Thaharah misalnya. Langkah pertama ialah
guru membuat isu melalui tayangan video tentang beberapa contoh praktek
thaharah yang satu sama lainnya berbeda. Setelah isu diberikan, guru memberikan
pertanyaan kepada semua siswa tentang ketepatan praktek thaharah dalam tayangan
video tersebut. Guru menunjuk beberapa orang siswa untuk mengungkapkan
pendapatnya terkait isu tersebut, dan siswa yang lain memberikan tanggapan.
Cara
kedua yang dapat dilakukan oleh guru ialah dengan cara siswa dibentuk menjadi
beberapa kelompok. Kemudian guru memberikan isu melalui tayangan video tentang beberapa
contoh praktik thaharah.Selanjutnya guru mengajukan beberapa pertanyaan tentang
ketepatan praktek thaharah dalam tayangan tersebut kepada seluruh siswa dalam
kelas.Setelah siswa mencatat semua pertanyaan, siswa dalam kelompoknya masing-masing secara berpasangan
bermain peran sebagai pewawancara dan orang yang diwawancarai.Setelah wawancara
pertama dilakukan, maka pasangan bertukar peran.Selanjutnya
setiap kelompok mendiskusikan hasil wawancara dan mempresentasikannya kepada
seluruh kelas secara bergiliran.
C.
Konsep Dasar dan Karakteristik Pembelajaran Berbasis Masalah
Pembelajaran berbasis masalah merupakan salah satu setrategi
pembelajaran yang dapat membawa siswa pada pembentukan kemampuan berpikir
tingkat tinggi.Dengan pendekatan ini memberikan peluang bagi siswa untuk
melakukan penelitian dengan berbasis masalah nyata dan autentik.
1.
Teori Pembelajaran Berbasis Masalah
Beberapa Dukungan Teori Tentang Pembelajaran Berbasis Masalah
Sebagai suatu pendekatan pembelajaran, maka pembelajaran berbasis masalah
didasarkan oleh landasan yang kuat oleh berbagai ahli.
1.
John Dewey.
Pandangan Dewey tentang pendidikan melihat sekolah sebagai
pencerminan masyarakat yang lebih besar dan kelas menjadi labolatorium untuk
penyelidikan dan pengentasan masalah kehidupan nyata.
2. Piaget, Vygotsky dan
Konstruktivisme
Pembelajaran berbasis masalah meminjam pendapat Piaget bahwa
apabila pelajar dilibatkan dalam proses mendapat informasi dan mengkonstruksi
pengetahuannya sendiri, maka pembelajaran akan menjadi bermakna.
Sementara Vygostky yakin bahwa intelektual berkembang ketika
individu menghadapi pengalaman baru dan membingungkan dan ketika mereka
berusaha mengatasi deskripansi yang timbul oleh pengalaman-pengalaman ini.
Menurut Vygotsky siswa memiliki dua tingkat perkembangan berbeda yaitu:
a. Tingkat perkembangan actual,
yang menentukan fungsi intelektual individu saat ini dan kemampuannya untuk
mempelajari sendiri hal-hal tertentu.
b. Tingkat perkembangan potensial
yaitu yang dapat difungsikan atau dicapai oleh individu dengan bantuan
orang lain, misalnya guru, orang tua atau bahkan teman sebaya yang lebih
cerdsa, maju dan berkembang.
3.
Bruner dan Discovery Learning
Bruner berpendapat bahwa pada hakekatnya tujuan pembelajaran bukan
hanya memperbesar dasar pengetahuan siswa, tetapi juga untuk menciptakan
berbagai kemungkinan untuk invention (penciptaan)
dan discovery (penemuan).
Bruner menganggap sangat penting peran dialog dan interaksi social
dalam proses pembelajaran.Berdasarkan dari konsep Bruner, maka seorang guru
yanga akan menggunakan pendekatan berbasis masalah harus menekankan pada
beberapa hal berikut ini dalam proses pembelajarannya:
a.
Memberikan tekanan yang kuat untuk membangun keterlibatan aktif semua siswa dalam
setiap langkah dan proses pembelajaran yang dilakukan .
b.
Mendorong siswa untuk mengkonstruksi pengetahuan oleh siswa sendiri tanpa
dominasi oleh guru.
c.
Guru memberikan pertanyaan-pertanyaan kepada siswa untuk di dalami dalam
berbagai kegiatan penyelidikan hingga siswa sampai pada penemuan ide-ide dan
mengkonstruksinya menjadi bangunan teori, paling tidak sampai pada pemahamannya
yang mendalam tentang teori.
d.
Orentasi yang digunakan adalah induktif bukan orentasi deduktif.
2.
Konsep Dasar dan Karakteristik SPBM
Sanjaya (2008) menyatakan bahwa Pembelajaran Berbasis Masalah dapat
diartikan sebagai rangkaian aktivitas pembelajaran yang menekankan pada
proses penyelesaian masalah yang dihadapi secara ilmiah. Terdapat 3 ciri utama
dari SPBM:
1. SPBM merupakan
rangkaian aktivitas pembelajaran, artinya dalam implementasi SPBM ada sejumlah
kegiatan yang harus dilakukan siswa.
2.
aktivitas pembelajaran diarahkan untuk menyelesaikan masalah. SPBM
menempatkan masalah sebagai kata kunci dari proses pembelajaran.
3.
pemecahan masalah dilakukan dengan menggunakan pendekatan berpikir
secara ilmiah
Kunandar (2007:35)
menyatakan bahwa pembelajaran berbasis masalah adalah suatu
pendekatan pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu
konteks bagi siswa untuk belajar tentang cara berpikir dan keterampilan
penyelesaian masalah serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang
esensial dari mata pelajaran. Sedangkan Faizin dan Sulistio (2008) adalah
pembelajaran yang terpusat melalui msalah-masalah yang relevan. Zulharman
(2008) yang menyatakan bahwa pembelajaran berbasis masalah adalah merupakan
pembelajaran yang bertolak dari problem yang ada dari konteks nyata.
NCTM (2000) menyatakan bahwa
memecahkan masalah berarti menemukan cara atau jalan mencapai tujuan atau
solusi yang tidak dengan mudah menjadi nyata, sedangkan poyla (Hudoyo,1979)
mendifinisikan pemecahan masalah adalah sebagai usaha untuk mencari jalan
keluar dari suatu kesulitan, mencapai tujuan yang tidak dengan segera
dapat dicapai
Word (2000) dan Stepein
(1993) yang menyatakan bahwa pembelajaran berbasis masalah adalah suatu model
pembelajaran yang melibatkan siswa untuk memecahkan suatu masalah melalui
tahapan-tahapan metode ilmiah sehingga siswa dapat mempelajari pengetahuan yang
berhubungan dengan masalah tersebut dan sekaligus memiliki keterampilan untuk
memecahkan. Strategi
pembelajaran dengan pemecahan masalah dapat diterapkan apabila guru memiliki
beberapa pertimbangan sebagai berikut:
1. Guru menginginkan agar siswa dapat mengingat
materi pelajaran, menguasai bahan dan memahami secara penuh permasalahan yang
akan dipelajari.
2. Guru menginginkan untuk mengembangkan
keterampilan berfikir siswa, yaitu kemampuan menganalisis situasi, menerapkan
pengetahuan yang mereka miliki dalam situasi baru, mengenal adanya perbedaan
antara fakta dan pendapat, serta mengembangkan kemampuan dalam membuat judgment
secara objektif.
3. Guru menginginkan kemampuan siswa untuk
memecahkan masalah serta membuat tantangan intelektual siswa.
4. Guru memotivasi siswa untuk lebih bertanggung
jawab dalam belajarnya.
5. Guru menginginkan agar siswa memahami hubungan
antara apa yang dipelajari dengan kenyataan dalam kehidupannya (hubungan antara
teori dengan kenyataan).
(Gordon, 2001.,Karjcik, 2003; Slavin, Madden, Dolan & Wasik,
1994; Torp dan Sage, 1998) mendeskripsikan bahwa model pembelajaran berbasis
masalah ini memiliki fitur-fitur sebagai berikut:
1. Pertanyaan atau masalah perangsang
2. Fokus interdisipliner
3. Investigasi autentik
4. Produksi artepak dan exhibit
5. Kolaborasi
Pembelajaran berbasis masalah dilakukan secara benar sesuai dengan
prinsip dan karakteristik pembelajaran, maka ada beberapa dampak tidak langsung
yang dapat diperoleh siswa setelah pembelajaran berbasis masalah
diimplementasikan dalam proses pembelajaran dikelas, yaitu:
a. Keterampilan melakukan
penelitian/penyelidikan sebagai dasar pemecahan masalah secara ilmiah.
b. Perilaku dan keterampilan sosial.
c. Keterampilan belajar
mandiri.
3. Hakikat masalah dalam SPBM
Strategi Pembelajaran Inkuiri (SPI) dan
Strategi Pembelajaran Berbasis Masalah (SPBM) memiliki perbedaan.Perbedaan
tersebut terletak pada jenis masalah serta tujuan yang ingin dicapai.
Masalah dalam SPI adalah masalah yang bersifat tertutup. Dalam SPI,
tugas guru pada dasarnya mengggiring siswa melalui proses tanya jawab pada
jawaban yang sebenarnya sudah pasti. Tujuan SPI adalah menumbuhkan
keyakinan dalam diri siswa tentang jawaban dari suatu masalah.
Masalah dalam SPBM adalah masalah yang bersifat terbuka.Tujuan SPBM
adalah kemampuan siswa untuk berfikir kritis, analitis, sistematis, dan logis
untuk menemukan alternatif pemecahan masalah melalui eksplorasi data secara
empiris dalam rangka menumbuhkan sikap ilmiah.
Hakikat masalah dalam SPBM adalah kesenjangan antara situasi nyata
dan kondisi yang diharapkan.Kesenjangan tersebut bisa dirasakan dari adanya
keresahan, keluhan, kerisauan, atau kecemasan. Oleh karena itu, maka materi
pelajaran tidak terbatas pada materi pelajaran yang bersumber dari buku saja,
Tetapi dapat bersumber dari peristiwa-peristiwa tertentu sesuai dengan
kurikulum yang berlaku. Di bawah ini kriteria pemilihan bahan pelajaran dalam
SPBM.
1. Bahan pelajaran harus mengandung
isu-isu yang mengandung konflik yang bisa bersumber dari berita; rekaman video
dan yang lainnya.
2. Bahannya bersifat familiar dengan
siswa, sehingga setiap siswa dapat mengikutinya dengan baik.
3. Bahan yang dipilih merupakan bahan
yang berhubungan dengan kepentingan orang banyak (universal).
4. Bahan yang dipilih merupakan bahan
yang mendukung tujuan atau kompetensi yang harus dimiliki oleh siswa sesuai
kurikulum yang berlaku.
5. Bahan yang dipilih sesuai dengan
minat siswa sehingga setiap siswa merasa perlu untuk mempelajarinya.
B.
Tahapan-Tahapan Pembelajaran Berbasis Masalah
Banyak ahli yang menjelaskan bentuk peranan
SPBM. Sanjaya (2008) yang mengutip pendapat John Dewey seorang ahli pendidikan
berkebangsaan Amerika menjelaskan 6 langkah SPBM yang kemudian dia namakan
metode pemecahan masalah (problem
solving), yaitu :
1. Merumuskan masalah, yaitu langkah siswa menentukan
masalah yang akan dipecahkan.
2. Menganalisis masalah, yaitu langkah siswa meninjau
masalah secara dari berbagai sudut pandang.
3. Merumuskan hipotesis, yaitu langkah siswa merumuskan
berbagai kemungkinan pemecahan sesuai dengan pengetahuan untuk memecahkan
masalah.
4. Mengumpulkan data, yaitu langkah siswa mencari dan
menggambarkan informasi yang diperlukan untuk pemecahan masalah.
5. Pengujian Hipotesis, yaitu langkah siswa mengambil
dan merumuskan kesimpulan sesuai dengan penerimaan dan penolakan hipotesis yang
diajukan.
6. Merumuskan rekomendasi pemecahan masalah, yaitu
langkah siswa menggambarkan rekomendasi yang dapat dilakukan sesuai dengan
rumusan .
David Johnson & Johnson mengemukakan ada 5 langkah SPBM melalui
kegiatan kelompok.
1. Mengedefinisikan masalah, yaitu merumuskan masalah
dari peristiwa tertentu yang mengandung isu konflik, hingga siswa menjadi
jelas masalah apa yang akan dikaji.
2. Mendiagnosis masalah, yaitu menentukan sebab-sebab
terjadinya masalah, serta menganalisis berbagai faktor, dari baik faktor yang
bisa mengahambat maupun faktor yang dapat mendukung dalam penyelesaian masalah.
3. Merumuskan alternatif strategi, yaitu menguji setiap
tindakan yang telah dirumuskan melalui diskusi kelas.
4. Menentukan dan menerapkan strategi pilihan, yaitu
pengambilan keputusan tentang strategi mana yang dapat dilakukan.
5. Melakukan evaluasi, baik evaluasi proses maupun
evaluasi hasil. Evaluasi proses adalah evaluasi terhadap seluruh kegiatan, sedangkan
evaluasi hasil adalah evaluasi terhadap akibat dari penerapan strategi yang
diterapkan.
Sesuai dengan tujuan SPBM adalah untuk menumbuhkan sikap ilmiah,
dari beberapa bentuk SPBM yang dikemukakan para ahli secara umum SPBM bisa
dilakukan dengan langkah-langkah :
1. Menyadari
Masalah
Implementasi SPBM harus dimulai dengan kesadaran adanya masalah
yang harus dipecahkan.Pada tahapan ini guru membimbing siswa pada kesadaran
adanya kesenjangan atau gap yang
dirasakan oleh manusia atau lingkungan sosial.
2. Merumuskan
Masalah
Bahan pelajaran dalam bentuk topik yang dapat dicari dari
kesenjangan, selanjutnya difokuskan pada masalah apa yang pantas untuk dikaji.
Rumusan masalah sangat penting, sebab selanjutnya akan berhubungan dengan
kejelasan dan kesamaan persepsi tentang masalah dan berkaitan dengan data-data
apa yang harus dikumpulkan untuk menyelesaikannya.
3. Merumuskan
Hipotesis
Sebagai proses berpikir ilmiah yang merupakan perpaduan dari
berpikir deduktif dan induktif, maka merumuskan hipotesis merupakan
langkah penting yang tidak boleh ditinggalkan. Kemampuan yang diharapkan dari
siswa dalam tahapan ini adalah siswa dapat menentukan sebab akibat dari masalah
yang ingin diselesaikan.
4. Mengumpulkan
Data
Sebagai proses berpikir empiris keberadaan data dalam proses
berpikir ilmiah merupakan hal yang sangat penting. Sebab, menentukan cara
penyelesaian masalah sesuai dengan hipotesis yang diajukan harus sesuai dengan
data yang ada proses berpikir ilmiah bukan proses berimanjinasi akan tetapi
proses yang didasarkan pada pengalaman. Oleh karena itu, dalam tahapan ini
siswa didorong untuk mengumpulkan data relevan.
5. Menguji
Hipotesis
Berdasarkan data yang dikumpulkan, akhirnya siswa menentukan
hipotesis mana yang diterima dan mana yang ditolak.
6. Menentukan
Pilihan Penyelesaian
Menentukan pilihan penyelesaian merupakan akhir dari proses SPBM.
Kemampuan yang diharapkan dari tahapan ini adalah kecakapan memilih
alternatif penyelesaian yang memungkinkan dapat dilakukan serta dapat
memperhitungkan kemungkinan yang akan terjadi sehubungan dengan alternatif yang
dipilihnya, termasuk memperhitungkan akibat yang akan terjadi pada setiap
pilihan.
Pola secara sederhana mengelompokkan langkah pemecahan masalah
menjadi 4 (empat) langkah yaitu : 1) memahami masalah, 2) membuat rencana
pemecahan, 3) melaksanakan rencana dan 4) melihat kembali.
Aktivitas pemecahan masalah merupakan variasi
dan pengalaman “Guide Discovery”.Kadang-kadang
masalah itu muncul secara alamiah. Masalah terbaik bagi anak adalah berpikir
tentang keterlibatannya dengan berbagai cara, dengan menggabungkan berbagai
informasi secara benar, dan memiliki lebih dari satu upaya jalan keluarnya.
Tahapan-tahapan dalam menggunakan strategi pembelajaran pemecahan masalah
sebagai berikut :
1. Menyadari adanya masalah dengan mengidentifikasi.
2. Mengumpulkan informasi.
3. Merancang solusi.
4. Menguji coba solusi.
5. Mengambil kesimpulan.
6. Menyampaikan hasil.
Richard I. Arend (2008) mengemukakan langkah-langkah melaksanakan
pembelajaran berbasis masalah sebagai berikut :
|
Fase
|
Kegiatan
|
Perilaku Guru
|
|
Memberikan orientasi tentang permasalahan kepada
siswa
|
1. Guru membahas tujuan
pelajaran
2. Guru mendeskripsikan
berbagai kebutuhan logistik
3. Guru memberikan motivasi
kepada siswa untuk terlibat secara aktif dalam kegiatan pemecahan maslah.
|
|
|
2
|
Mengorganisir siswa untuk meneliti
|
Guru membantu siswa untuk mendefinisikan dan
mengorganisikan tugas-tugas belajar yang terkait dengan permasalahannya.
|
|
3
|
Membantu investigasi mandiri dan kelompok
|
Guru mendorong siswa mendapat informasi yang
tepat, melaksanakan ekperimen dan memberi penjelasan dan solusi.
|
|
4
|
Mengembangkan dan mempresentasikan arteifak dan
exhibit
|
Guru membantu siswa dalam merencanakan dan
menyiapkan artifak dan exhibit yang tepat seperti laporan, rekaman video dan
model-model Guru membantu siswa menyampaikan/mempresentasikan kepada orang
lain.
|
|
5
|
Menganalisis dan mengevaluasi proses mengatasi
masalah
|
Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi
terhadap investigasinya dan proses-proses yang mereka gunakan.
|
Beberapa
catatan khusus untuk setiap langkah tersebut di atas yang perlu mendapat
perhatian dalam Implementasi pembelajaran berbasis masalah adalah sebagai
berikut :
1. Pada saat guru menjelaskan tujuan
pembelajaran, ada beberapa hal yang harus disadari oleh seorang guru
a. Tujuan yang diinginkan dalam
pembelajaran berbasis masalah bukanlah untuk mempelajari sejumlah informasi
baru tetapi menginvestigasi berbagai permasalahan penting untuk
membangun/membuat siswa menjadi mandiri.
b. Pertanyaan atau permasalah yang akan
diinvestigasi, bukan masalah yang harus memerlukan “YA atau TIDAK”, tetapi
permasalahan yang memerlukan jawaban dengan kemampuan berpikir yang lebih
kompleks.
2. Mengorganisikan siswa untuk meneliti
Dalam mengorganisir siswa baik dalam kelompok kecil maupun mandiri
perlu diperhatikan dan diberikan orientasi yang jelas kepada siswa tentang
permasalahan yang akan dibahas, hal ini dapat dilakukan dengan menggunakan
video pendek, berita dikoran dan sebagainya.
3. Pengempulan dan investigasi
Pada fase kegiatan ini guru harus benar-benar mendorong siswa untuk
aktif dalam mengumpulkan data dan informasi yang sebanyak-banyaknya tentang
permasalahan yang sedang dibahas.
C. Implementasi dan Evaluasi
Pembelajaran Berbasis Masalah
a. Penataan
Lingkungan Belajar Dalam Pembelajaran Berbasis Masalah
Lingkungan belajar merupakan salah satu komponen yang harus mendapat
perhatian guru dalam pembelajaran berbasis masalah, agar pembelajaran
berlangsung lancar tanpa adanya disturbsi. Ada beberapa hal yang akan
diperhatikan dalam penataan lingkungan belajar sebagai berikut :
1. Menangani situasi multitugas
Pada kelas yang gurunya menggunakan pembelajaran berbasis masalah
banyak tugas-tugas yang harus diselesaikan oleh siswa yang terjadi secara
simultan. Untuk membuat pekerjaan kelas yang multi tugas ini bekerja secara
efektif, maka guru sebaiknya memberikan bimbingan kepada siswa untuk :
a) Bekerja secara mandiri dan bekerja
bersama-sama.
b) Guru hendaknya mengembangkan cuing
sistem untuk memperingatkan siswa dan membantu mereka menjalani transisi dari
satu tipe tugas ke tipe tugas belajar lainnya.
c) Guru membuat chart dan jadwal yang
tentang tugas-tugas yang harus dijadwalkan dan tenggang waktu penyelesaiannya
masing-masing tugas tersebut.
d) Guru memantau kemajuan masing-masing siswa
atau kelompok siswa selama multitugas.
2. Menyesuaikan dengan tingkat penyelesaian yang
berbeda
Salah satu masalah rutian yang dihadapi oleh guru-guru di berbagai
tingkatan sekolah mulai dari tingkat terendah sampai pada perguruan tinggi pun
juga terjadi adalah tinglat penyelesaian tugas yang berbeda.
Untuk mengelola kondisi penyelesaian tugas seperti di atas, diperlukan
kemampuan guru untuk mensiasati dengan beberapa kegiatan berikut ini :
a) Buat aturan waktu yang tegas, prosedur
tugas downtime activities.
b) Untuk siswa yang menyelesaikan tugas
lebih awal dan memiliki siswa waktu akan lebih banyak kalau diberikan bahan
bacaan yang menarik untuk dibaca yang fungsinya sebagai pengayaan bahan ajar
atau dapat juga diberikan bahan-bahan permainan edukatif.
c) Memberikan tugas pengayaan kepada
siswa yang lebih maju dengan memberikan masalah yang menentang untuk diuji
cobakan dilaboratorium, dengan demikian siswa akan lebih terasah kemampuan
intelektualnya.
d) Guru mendorong siswa yang lebih maju untuk
menmbantu temannya yang belum selesai (tutor sebaya).
3. Memantau dan mengelola pekerjaan siswa
Seperti diketahui pembelajaran berbasis masalah adalah pembelajaran
yang syarat dengan tugas-tugas (multitugas) dan harus diselesaikan siswa secara
simultan, konsekuensinya maka pemantauan dan pengelolaan pekerjaan siswa
menjadi suatu yang sangat krusial dalam strategi pembelajaran ini. Ada tiga hal
pokok yang perlu dilakukan guru untuk menjamin pembelajaran berbasis masalah
menjadi akuntabel yaitu :
a) Persyaratan tugas untuk semua siswa
harus dijelaskan secara tegas dan jelas serta rinci.
b) Pekerjaan siswa harus dipantau dan
umpan balik harus diberikan pada pekerjaan siswa yang sedang berjalan.
c) Catatan perkembangan siswa yang harus
dibuat.
4. Mengatur gerakan dan perilaku di luar kelas
Apabila guru menugaskan siswa menyelesaikan tugasnya untuk memecahkan
permasalahan di laboratorium, maka guru sudah seharusnya memastikan bahwa
siswanya memahami secara jelas apa dan bagaimana bekerja di laboratorium, atau
diperpustakaan, maka pastikan siswa mengerti bagaimana mencari bahan bacaan
secara cepat dan tepat, bagaimana mengelola bahan bacaan, membuat catatan kecil
yang mudah dan cepat dalam penggunaannya.
b. Asesmen dan Evaluasi Dalam Pembelajaran
Berbasis Masalah
Pada dasarnya sistem evaluasi pada pembelajaran dengan menggunakan
strategi lainnya dapat diterapkan pada pembelajaran berbasis masalah, yang harus
disadari adalah bahwa evaluasi yang digunakan harus sesuai dengan tujuan yang
ingin dicapai, artinya evaluasi harus dapat mengukur apa yang menjadi indikator
keberhasilan belajar.
Pengukuran Pemahaman
Pembelajaran berbasis masalah menjangkau ke luar pengembangan
pengetahuan faktual tentang sebuah topik, yakni pengembangan pemahaman yang
agak sophisticated tentang berbagai masalah dan dunia di sekitar siswa.
Untuk mengukur pemahaman siswa tentang suatu topik dapat dibuat tes yang
agak terbuka jawabannya, kepada siswa dalam bentuk karangan essei.
Mengases Potensi Belajar
Tes performasi kebanyakan hanya mengukur pengetahuan dan keterampilan
pada titik waktu tertentu, tetapi belum mengases potensi belajar atau kesiapan belajar
siswa.Untuk itu tes kesiapan untuk membaca dan bidang perkembangan bahasa
lainnya dapat digunakan, dan alat tes tersebut sudah banyak tersedia dan telah
memiliki tingkat vadilitas dan rehabilitas yang tidak diragukan lagi.
D. Keunggulan dan Kelemahan
Pembelajaran Berbasis Masalah
1. Keunggulan
a. Pemecahan masalah (problem
solving) merupakan teknik yang cukup bagus untuk lebih memahami isi
pelajaran.
b. Pemecahan masalah (problem solving) dapat menentang
kemampuan siswa serta memberikan
kepuasan untuk menemukan pengetahuan baru bagi siswa.
c. Pemecahan masalah (problem solving) dapat meningkatkan
aktivitas pembelajaran siswa.
d. Pemecahan masalah (problem solving) dapat membantu siswa
bagaimana mentranfer pengetahuan mereka untuk memahami masalah dalam kehidupan
nyata.
e. Pemecahan masalah (problem solving) dapat membantu siswa
untuk mengembangkan pengetahuan barunya dan bertanggung jawab dalam
pembelajaran yang mereka lakukan.
f. Melalui pemecahan masalah (problem solving) bisa memperlihatkan
kepada siswa bahwa setiap mata pelajaran.
.
2. Kelemahan
a. Manakala siswa tidak memiliki minat atau tidak
mempunyai kepercayaan bahwa masalah yang dipelajari sulit untuk dipecahkan,
maka mereka akan merasa enggan untuk mencoba.
b. Keberhasilan strategi pembelajaran melalui problem solving membutuhkan cukup waktu
untuk persiapan dan pelaksanaannya.
c. Tanpa pemahaman mengapa mereka berusaha untuk
memecahkan masalah yang sedang dipelajari, maka mereka tidak akan belajar apa
yang mereka ingin pelajari.
E.
Keaktifan Belajar
Pendidikan tradisional
dengan “Sekolah Dengar”-nya tidak mengenal bahakan sama sekali tidak
menggunakan asas aktifitas dalam proses belajar-mengajar. Para siswa hanya
mendengarkan hal-hal yang dipompakan oleh guru.Kegiatan mandiri dianggap tidak
ada maknanya, karena guru adalah orang yang serba tahu dan menentukan segala
hal yang dianggap penting bagi siswa. Di sisi lain sisiwa hanya bertugas
menerima dan menelan, mereka pasif atau tidak aktif. Aktifitas adalah
keaktifan; kegiatan; kesibukan. Aktifitas belajar adalah segala bentuk atau
kegiatan untuk melakukan proses pembelajaran. Dalam kemajuan metodologi dewasa
ini asas aktifitas lebih ditonjolkan melalui suatu program unit
28
activity,
sehingga kegiatan belajar siswa menjadi dasar untuk mencapai tujuan dan
hasilbelajar yang lebih memadai (Hamalik, 2003).
Aktifitas belajar itu
banyak sekali macamnya maka para ahli mengadakan klasifikasi atas macam-macam aktifitas
tersebut.Beberapa diantaranya dikemukakan oleh Paul D. Dierich dalam Hamalik
(2008: 172), membaginya dalam 8 kelompok, yaitu.
a.
Kegiatan-kegiatan visual
Membaca, melihat gambar-gambar,
mengamati eksperimen, mengamati orang lain bekaerja dan lain sebagainya.
b.
Kegiatan-kegiatan lisan
Mengemukakan fakta atau prinsip,
menghubungkan suatu kejadian, mengajukan pertanyaan, memberi saran,
mengemukakan pendapat, wawancara, diskusi dan lain sebagainya.
c.
Kegiatan-kegiatan mendengarkan
Mendengarkan penyajian bahan,
mendengarkan percakapan atau diskusi kelompok.
d.
Kegiatan-kegiatan menulis
Menulis cerita, menulis laporan,
memeriksa karangan, membuat rangkuman, mengerjakan tes.
e.
Kegiatan-kegiatan menggambar
Menggambar, membuat grafik, diagram peta
dan pola.
f.
Kegiatan-kegiatan metrik
Melakukan percobaan,
memilih alat-alat, melaksanakan pameran, membuat model, menyelenggarakan
permainan.
g.
Kegiatan-kegiatan mental
Merenungkan, mengingat, memecahkan masalah,
menganalisis, dan membuat keputusan.
h.
Kegiatan-kegiatan emosional
Minat,
membedakan, berani, tenang dan lain-lain.
Sedangkan menurut M. Whipple dalam Hamalik (2008:
173), mengelompokkan aktivitas belajar menjadi beberapa kategori, antara lain:
a.
Bekerja dengan alat visual
1)
Mengumpulkan gambar-gambar dan bahan
ilustrasi lainnya
2)
Mempelajarigambar-gambar, stereograph
slide film, khusus mendengarkan penjelasan, mengajukan pertanyaan-pertannyaan
3)
Mengurangi pemeran
4)
Mencatat pertanyaan-pertanyaan yang
menarik minat, sambil mengamati bahan-bahan visual
29
6)
Menyusun pameran, menulis tabel
7)
Mengatur file material untuk digunakan
kelak
b.
Ekskursidan trip
1)
Mengunjungi museum, akuarium, dan kebun
binatang
2)
Mengundang
lembaga-lembaga/jawatan-jawatan yang dapat memberikan keterangan dan
bahan-bahan
3)
Menyaksikan demonstrasi, seperti proses
produksi di pabrik sabun, proses penerbitan surat kabar, dan proses penyiaran
televisi.
c.
Mempelajari masalah-masalah
1)
Mencari informasi dalam menjawab
pertanyaan-pertanyaanpenting
2)
Mempelajari ensiklopedia dan referensi
3)
Membawa buku-buku dari rumah dan
perpustakaan umum untuk melengkapi seleksi sekolah
4)
Mengirim surat kepada bahan-bahan bisnis
untuk memperoleh informasi dan bahan-bahan
5)
Melaksanakan petunjuk-petunjuk yang
diberikan oleh guidance yang telah disiarkan oleh guru
6)
Membuat catatan-catatan sebagai
persiapan diskusi dan laporan
7)
Menafsirkan peta, menentukan lokasi
8)
Melakukan eksperimen
9)
Menilai informasi dari berbagai sumber,
menentukan kebenaran atas pertanyaan-pertanyaan yang bertentangan
10)
Mengorganisasikan bahan bacaan sebagai
persiapan diskusi atau laporan lisan
11)
Mempersiapkan dan memberikan
laporan-laporan lisan yang menarik dan bersifat informative
12)
Membuat rangkuman, menulis laporan
dengan maksud tertentu
13)
Mempersiapkan daftar bacaan yang
digunakan dalam belajar
14)
Men-skin bahan untuk menyusun subyek
yang menarik untuk studi lebih lanjut
d.
Mengapresiasi literature
1)
Membaca cerita-cerita menarik
2)
Mendengarkan bacaan untuk kesenangan dan
informasi
e.
Ilustrasi dan konstruksi
1)
Membuat chart dan diagram
2)
Membuat blue print
3)
Menggambar dan membuat peta
4)
Menyiap, relief map, pictorial map
5)
Membuat poster
6)
Membuat ilustrasi, peta, dan diagram
untuk sebuah buku
7)
Menyusun rencana permainan
8)
Menyiapkan suatu frieze
9)
Membuat artikel untuk pameran
f.
Bekerja menyajikan informasi
1)
Menyarankan cara-cara penyajian
informasi yang menarik
3)
Menyusun bullSolihatin board
secara up to date
4)
Merencanakan dan melaksanakan suatu
program assembly
5)
Menulis dan menyajikan dramatisasi g.
Cek dan tes
1)
Mengerjakan informal dan standardized
test
2)
Menyiapkan tes-tes untuk murid lain
3)
Menyusun grafik perkembangan
Secara sederhana,
Djamarah (2011: 38) mengemukakan aktivitas belajar dalam
beberapa kegiatan,
antara lain:
a.
Mendengarkan
b.
Memandang
c.
Meraba, membau, dan mencicipi/mengecap
d.
Menulis dan mencatat
e.
Membaca
f.
Membuat iktisara tau ringkasan dan
menggaris bawahi
g.
Mengamati tabel-tabel, diagram-diagram
dan bagan-bagan
h.
Menyusun paper atau kertas kerja
i.
Mengingat
j.
Berfikir
k.
Latihan atau praktek
Penggunaan asas
aktivitas besar nialinya
bagi pengajaran para
siswa
dikarenakan:
a.
Para siswa mencari pengalaman sendiri
dan langsung mengalami sendiri.
b.
Berbuat sendiri akan mengembangkan
seluruh aspek pribadi siswa secara integral.
c.
Memupuk kerjasama yang harmonis
dikalangan siswa
d.
Para siswa bekerja menurut minat dan
kemampuan sendiri
e.
Memupuk disiplin kelas secara wajar dan
suasana belajar menjadi demokratis
f.
Pengajaran di sekolah menjadi hidup
sebagaimana aktivitas dalam kehidupan di masyarakat.
Dapat disimpulkan bahwa
aktifitas belajar memiliki artian segala jenis kesibukan yang dilakukan pada
proses pembelajaran, ada berbagai aktifitas kegiatan yang dilaukan dalam proses
pembelajaran,seperti menulis, membaca, mengemukakan pendapat, bertanya
31
dan diskusi kelompok. Tujuan dalam
aktifitas pembelajaran adalah untuk mengembangkan seluruh aspek pribadi siswa
dan pengajaran di sekolah menjadi hidup sebagaimana aktifitas dalam kehidupan
di masyarakat.
F.
Prestasi Belajar
Keinginan, keberanian
serta kesempatan untuk berpartisipasi dalam kegiatan persiapan, proses, dan
kelanjutan belajar.Kamus Besar Bahasa Indonesia (2001) menyebutkan prestasi
adalah hasil yang telah dicapai dari yang telah dilakukan, dikerjakan, dan
sebagainya. Hal ini hampir sama dengan pernyataan Winkel (1996) yang menyatakan
bahwa prestasi adalah bukti usaha yang telah dicapai. Sementara itu, Arifin
(1990) juga menyatakan bahwa prestasi adalah hasil dari kemampuan, ketrampilan,
dan sikap seseorang dalam menyelesaikan suatu hal.
Dari beberapa pendapat
di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa prestasi adalah bukti atau hasil usaha
yang telah dicapai olah seseorang setelah melaksanakan usaha sesuai dengan kemampuan
yang dimilikinya. Sudjana (1996) menyatakan bahwa belajar adalah suatu proses
yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang. Pendapat serupa juga
dinyatakan oleh Hamalik (2003) bahwa belajar adalah perubahan tingkah laku yang
relatif mantap berkat latihan dan pengalaman.Menurutnya, belajar merupakan
bagian hidup manusia dan berlangsung seumur hidup.Kapan saja dan di mana saja,
baik di sekolah, di rumah, bahkan di jalanan dalam waktu yang tidak ditentukan
sebelumnya.
Menurut Slameto (1995),
“Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh
suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil dari
pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya”. Jadi
32
belajar
lebih menekankan pada perubahan tingkah laku seseorang dalam belajar sebagai
hasil pengalaman dan latihan.
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan
bahwa belajar adalah proses membangun makna melalui latihan dan pengalaman,
sehingga dapat menimbulkan perubahan tingkah laku yang baru pada diri individu
dalam interaksi dengan lingkungannya. Prestasi merupakan bukti usaha yang
dicapai, sedangkan belajar adalah proses membangun makna melalui latihan dan
pengalaman, sehingga dapat menimbulkan perubahan tingkah laku yang baru pada
diri individu dalam interaksi dengan lingkungannya, sehingga prestasi belajar
mengandung pengertian sebagai hasil yang dicapai seseorang selama proses
membangun makna melalui latihan dan pengalaman.
Kamus Besar Bahasa Indonesia (2001) menyebutkan
prestasi belajar adalah penguasaan pengetahuan atau ketrampilan yang
dikembangkan oleh mata pelajaran lazimnya ditunjukkan dengan nilai tes atau
angka nilai yang diberikan oleh guru.Arifin (1990) menyatakan bahwa “Prestasi
belajar merupakan suatu masalah yang bersifat perennial dalam sejarah manusia
karena sepanjang rentang kehidupannya manusia selalu mengejar prestasi menurut
bidang dan kemampuannya masing-masing”. Arifin juga mengemukakan bahwa prestasi
belajar mempunyai beberapa fungsi utama, antara lain.
1.
Prestasi belajar sebagai indikator
kualitas dan kuantitas pengetahuan yang telah dikuasai anak didik.
2.
Prestasi belajar sebagaa lambang
pemuasan hasrat ingin tahu.
3.
Prestasi belajar sebagai bahan informasi
dalam inovasi pendidikan.
4.
Prestasi belajar sebagai indikator
intern dan ekstern dari suatu institusi pendidikan.
5.
Prestasi belajar dapat dijadikan
indikator terhadap daya serap (kecerdasan) anak didik.
33
Dari beberapa pendapat
di atas, dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar adalah hasil usaha yang
dicapai oleh siswa dalam proses belajar yang dinyatakan dalam bentuk angka,
huruf maupun simbol dalam periode tertentu. Di dalam penelitian ini prestasi
belajar dinyatakan dalam bentuk angka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar