BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar
Belakang
B.Rumusan
Masalah
C.Tujuan
D.Manfaat
A.
Latar
Belakang
Lembaga
pendidikan merupakan suatu wadah yang berguna untuk mendidik para generasi
penerus bangsa. Dengan adanya pendidikan maka akan tercapailah sumber daya manusia
yang berkualitas karena cukup disadari bahwa kemajuan masyarakat dapat dilihat
dari tingkat pendidikan. Untuk mendapatkan kuallitas SDM (Sumber Daya Manusia)
yang baik maka kualitas para pendidik dan
proses pendidikan harus ditingkatkan.
Agar tujuan
pendidikan tersebut tercapai diperlukan orang-orang yang mampu mendidik dan
mengarahkan peserta didik. Mereka adalah guru-guru yang memiliki kemampuan
dibidangnya masing-masing. Guru sebagai personil bertugas mengembangkan
kemampuan peserta didik sekaligus bertanggungjawab dalam membelajarkan siswa,
yaitu mengelola pembelajaran menjadi pembelajaran yang lebih menyenangkan
sehingga siswa memiliki keterlibatan aktif dalam perubahan pembelajaran.
Standar
keberhasilan peserta didik dapat dilihat dari hasil belajar siswa. Namun
kenyataannya banyak siswa yang memiliki hasil belajar rendah serta memiliki
keaktifan yang rendah dalam belajar. Berdasarkan hasil penelitian penulis hal
ini disebabkan karena masih banyak guru yang tidak menciptakan proses pembelajaran yang
menyenangkan seperti banyaknya guru yang masih menggunakan metode konvensional
dalam mengajar. Dimana pembelajaran sering kaku ataupun monoton, yang
mengakibatkan minat belajar siswa menjadi kurang sehingga kegiatan pembelajaran
tidak efektif.
Proses belajar mengajar merupakan
interaksi yang dilakukan antara guru dengan peserta didik dalam suatu
pengajaran untuk mewujudkan tujuan yang ditetapkan berbagai pendekatan yang
digunakan dalam pembelajaran matematik harus dijabarkan kedalam metode pembelajaran
three step interview. Namun permasalahan sering kali dijumpai dalam pengajaran
adalah bagaimana cara menyajikan materi kepada peserta didik secara baik,
sehingga diperoleh hasil yang efektif dan efisien
serta sering ditemukan kurangnya pemahaman pengajar terhadap penerapan metode-metode pembelajaran yang sesuai dengan materi.
serta sering ditemukan kurangnya pemahaman pengajar terhadap penerapan metode-metode pembelajaran yang sesuai dengan materi.
Dalam
pembahasan kali ini kita akan membahas tentang metode interview serta apa-apa
yang terkandung didalamnya beserta penerapannya yang mana metode ini merupakan
salah satu metode yang bisa dipakai
untuk mewujudkan tujuan tersebut.Sebagaimana kita tahu, bahwa metode mengajar
merupakan sasaran interaksi antara guru dengan siswa dalam kegiatan belajar
mengajar. Dengan demikian, yang perlu diperhatikan adalah ketepatan sebuah
metode mengajar yang dipilih dengan tujuan, jenis dan sifat materi pelajaran,
serta kemampuan guru dalam memahami dan melaksanakan metode tersebut. Guru
hendaknya cermat dalam memilih dan menggunakan metode mengajar terutama yang
banyak melibatkan siswa secara aktif. Belajar mengajar merupakan kegiatan yang
komplek. Oleh
karenanya, maka hampir tidak mungkin untuk menunjukkan dan menyimpulkan bahwa
suatu metode belajar mengajar tertentu lebih unggul dari pada metode belajar
mengajar yang lain dalam usaha mencapai tujuan pembelajaran.
Selain
itu, siswa lebih cenderung belajar individual karena tidak banyak memiliki
kesempatan bekerja sama dengan temannya yang lain pada saat proses belajar
mengajar berlangsung. Oleh karena itu, agar kegiatan belajar mengajar
matematika ini berlangsung lebih efektif dan dapat mencapai tujuan sebagaimana
yang telah dinyatakan di atas maka tidak ada salahnya jika guru menerapkan
model pembelajaran yang lain yang dianggap sesuai untuk materi yang diajarkan.
Salah satunya adalah model pembelajaran kooperatif. Hartati (dalam Sudrajat,
2004:2) menjelaskan bahwa ‘dalam pembelajaran kooperatif siswa akan lebih mudah
menemukan dan memahami konsep-konsep yang sulit apabila mereka saling
mendiskusikan konsep-konsep itu dengan temannya’. Menurut Lie (2002) “pembelajaran kooperatif
adalah sistem pengajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk dapat
saling bekerja sama dalam tugas yang berstruktur”. Hal ini sesuai dengan teori
vygotsky yang menyatakan bahwa siswa akan lebih cepat belajar jika mendapat
bantuan dari orang-orang sekitarnya. Bantuan dari orang sekitarnya ini dapat
pula berupa bantuan dari teman sebayanya, yaitu dengan saling bekerja sama dan
saling berbagi mengenai masalah berikut penyelesaian dari materi yang sedang
dipelajari. Menurut Depdiknas (dalam Diana, dkk, 2004:103) ‘kecakapan bekerja
sama perlu dilatihkan pada siswa karena dengan dimilikinya kecakapan kerja sama
yang disertai saling pengertian, saling menghargai, dan saling membantu, siswa
akan mampu untuk membangun semangat komunitas yang harmonis’.
Adapun
salah satu model pembelajaran yang termasuk kedalam model pembelajaran
kooperatif adalah model pembelajaran three step interview. Menurut Kagan (dalam
Diana dkk, 2004:104) ‘pembelajaran kooperatif tipe three step interview
merupakan salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang cukup sederhana, dan
dapat dilatihkan kepada siswa yang belum terbiasa mengikuti pembelajaran
kooperatif’. Menurut Guilford “three step
interview is an effective way to encourage students to share their thinking,
ask questions, and take”. Atau three step
interview adalah sebuah cara yang efektif untuk mendorong siswa agar dapat
saling berbagi pemikiran mereka, mengajukan pertanyaan, dan menerima masukan.
Menurut Kagan (dalam Diana dkk, 2004:104): Pada pembelajaran kooperatif tipe three step interiew setiap siswa diberi kesempatan untuk
saling berinteraksi dengan saling mewawancarai secara langsung dan menyampaikan
kembali hasil wawancaranya serta dituntut untuk saling bertanggung jawab
terhadap tugas yang diembannya sebagai salah satu pendukung keberhasilan
pencapaian tujuan pembelajaran.
Model
pembelajaran three step interview
merupakan model pembelajaran yang belum terlalu sering diperbincangkan dalam
dunia pendidikan di Indonesia. Hal ini dapat dilihat dengan masih sedikitnya
penelitian yang berkaitan dengan model pembelajaran ini, baik penelitian terhadap
pengaruh, keefektifan,
maupun perbandingan model pembelajaran ini dengan model pembelajaran lain,
khususnya dalam mata pelajaran matematika.
Ilmu
pengetahuan dan teknologi sangat berperan dalam upaya meningkatkan kualitas
sumber daya manusia suatu bangsa. Dengan adanya peningkatan sumber daya
manusia, diharapkan bangsa kita mampu bersaing dengan bangsa-bangsa lain di
dunia.Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan sumber daya
manusia adalah peningkatan mutu pendidikan.Pendidikan adalah usaha sadar yang sengaja dirancang
untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Menurut Undang-undang Republik
Indonesia nomor 2 tahun 2003, tentang sistem pendidikan Nasional Indonesia
dikemukakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik
melalui kegiatan bimbingan, pengajaran dan atau latihan bagi peranannya di masa
yang akan datang.
Matematika adalah ilmu
pengetahuan yang memegang peranan penting dan mendasar bagi ilmu pengetahuan
lainnya. Matematika juga dijadikan sebagaisalah satu disiplin ilmu
yang wajib dipelajari, terutama oleh siswa pada semua jenjang pendidikan
formal. Oleh karena itu kiranya perlu untuk mengembangkanmutu pembelajaran
matematika agar tujuan dari pembelajarannya bisa tercapai secara optimal.
Menurut NCTM (Sunata, 2009: 18) kemampuan komunikasi
matematikperlu dibangun dalam diri siswa dengan tujuan agar dapat:
1. Memodelkan situasi
dengan lisan, tertulis, gambar, grafik, dan secara aljabar,
2. Mereflesikan dan
mengklasifikasi dalam berpikir mengenai gagasan matematis dalam berbagai
situasi,
3. Mengembangkan
pemahaman terhadap gagasan-gagasan matematis termasuk peranan definisi-definisi
dalam matematika,
4. Menggunakan
keterampilan membaca, mendengar, dan menulis untuk menginterpretasikan dan
mengevaluasi gagasan matematis,
5. Mengkaji gagasan
matematis melalui konjektur dan alasan yang meyakinkan
6. Memahami nilai
dari notasi dan peran matematika dalam pengembangan gagasan matematis.
Ada alasan penting mengapa komunikasi diperlukan dalam
pembelajaran matematika, yaitu karena matematika bukan sekedar alat bantu untuk
menemukan pola, menyelesaikan masalah atau mengambil kesimpulan, tetapi
matematika juga merupakan alat untuk mengkomunikasikan berbagai ide/gagasan.
Selain itu pembelajaran matematika juga merupakan aktivitas sosial, wahana
interaksi antar siswa, dan sebagai alat komunikasi antara guru dengan siswa.
Matematika merupakan salah satu disiplin ilmu yang
dapat meningkatkan kemampuan berpikir dan berargumentasi, memberikan kontribusi
dalam penyelesaian masalah sehari-hari dan dunia kerja, serta memberikan
dukungan dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Kebutuhan akan
aplikasi matematika saat ini dan masa depan tidak hanya untuk keperluan
sehari-hari, tetapi terutama dalam dunia kerja, dan untuk mendukung
perkembangan ilmu pengetahuan.
Di sisi lain matematika adalah mata pelajaran yang sukar dipahami, sehingga
siswa sulit untuk menyukainya. Ruseffendi (dalam Nurjanah,2005: 7)
mengungkapkan bahwa anak–anak menyenangi matematika hanya pada saat mereka
mempelajari matematika yang sederhana, makin sukar matematika yang dipelajari
oleh siswa maka minat siswa terhadap matematika pun berkurang sehingga matematika
dianggap sebagai ilmu yang sukar, ruwet dan banyak memperdayakan. Hal ini tentu
saja dapat mempengaruhi hasil belajar siswa.
Dalam keadaan seperti ini perlu dilakukan daya upaya yang dapat
mendorong siswa untuk menyukai
matematika. Siswa perlu diberikan
rangsangan agar tumbuh motivasi pada dirinya untuk mempelajari matematika
karena hasil belajar akan optimal jika ada motivasi yang tepat.
Persoalan motivasi ini dapat juga dikaitkan dengan persoalan minat.
(Sardiman, 2011 : 76) minat timbul tidak
secara tiba-tiba atau spontan, melainkan timbul akibat dari partisipasi,
pengalaman, kebiasaan pada waktu belajar atau bekerja. Jadi jelas bahwa soal
minat akan selalu berkaitan dengan soal kebutuhan atau keinginan. Oleh karena
itu sangatlah penting bagaimana menciptakan kondisi tertentu agar siswa selalu butuh dan ingin terus
belajar.
Dalam hubungannya dengan kegiatan belajar, harus dipikirkan bagaimana
menciptakan kondisi atau suatu proses yang mengarahkan siswa untuk melakukan
aktivitas belajar. Dalam hal ini sudah barang tentu peran guru sangat
penting. Bagaiman guru melakukan
usah-usaha untuk dapat menumbuhkan dan memberikan motivasi agar anak didiknya
melakukan aktivitas belajar dengan baik. Untuk dapat belajar dengan baik
diperlukan proses dan motivasi yang baik pula. (Sardiman, 2011 : 77) .
Pengajaran
matematika diberikan di tingkat SMP/MTs bertujuan untuk memberikan layanan kepada
siswa untuk mengembangkan potensi yang menyangkut aspek kognitif, afektif
maupun psikomotor. Sejalan dengan fungsi dan perlunya pembelajaran matematika,
para ahli di bidang pendidikan matematika merumuskan lima kemampuan matematis
yang harus dikuasai oleh siswa yaitu kemampuan pemahaman, penalaran,
komunikasi, pemecahan masalah dan memiliki sikap menghargai kegunaan matematika
dalam kehidupan (Departemen Pendidikan Nasional, 2006).
Kemampuan
komunikasi matematis merupakan salah satu kemampuan yang harus dikuasai oleh
siswa dalam proses pembelajaran. Kemampuan komunikasi juga penting karena matematika pada dasarnya
adalah bahasa yang sarat dengan notasi dan istilah sehingga konsep yang
terbentuk dapat dipahami oleh siswa.
Berdasarkan pendapat yang telah dikemukakan,
komunikasi matematis merupakan kemampuan yang harus dimiliki siswa. Namun,
menurut hasil penelitian yang dilakukan Firdaus (2005 : 6), ditemukan bahwa kemampuan
komunikasi matematis siswa masih tergolong kurang. Terdapat lebih dari separuh
siswa memperoleh skor kemampuan kurang dari 60% dari skor ideal, sehingga
kualitas kemampuan komunikasi matematis belum dalam kategori baik. Temuan ini
serupa dengan temuan pada penelitian terdahulu yang telah dilakukan Ansari
(2004 : 11).
Kurangnya kemampuan komunikasi matematis memperlihatkan bahwa proses
pembelajaran yang dilaksanakan saat ini belum menunjukkan hasil yang memuaskan
semua pihak. Agar kemampuan komunikasi matematis siswa dapat berkembang, maka
motivasi belajar matematika siswa juga perlu ditingkatkan. Karenanya, guru
dalam memilih model pembelajaran perlu mempertimbangkan tugas matematika dan
suasana belajar yang dapat memotivasi dan mendorong siswa untuk mencapai
kemampuan tersebut.
Model pembelajaran yang sesui untuk meningkatkan motivasi belajar dan kemampuan
komunikasi matematis siswa adalah pembelajaran kooperatif. Dalam pembelajaran
kooperatif, siswa akan lebih aktif karena terjadi proses diskusi atau interaksi
di antara teman dalam
kelompoknya. Melalui kegiatan diskusi, percakapan dalam mengungkapkan ide-ide
matematika dapat membantu siswa mengembangkan pikirannya, sehingga siswa yang
terlibat dalam perbedaan pendapat atau mencari solusi dari suatu permasalahan
akan memahami konsep matematika dengan lebih baik dan dapat meningkatkan
kemampuan komunikasi matematisnya.
Selain dapat meningkatkan motivasi belajar dankemampuan
komunikasi
matematis siswa, pembelajaran kooperatif juga memiliki kelebihan yang sangat
bermanfaat bagi siswa. Kelebihan tersebut diantaranya siswa dapat belajar
memanfaatkan kelebihan dirinya dan
mengisi kekurangan siswa lain, belajar menghargai pendapat yang berbeda, dan
mengembangkanketerampilan untuk bekerja sama dan kolaborasi dalam suatu
kelompok. Salah satu teknik
dalam pembelajaran kooperatif adalah tipe three interview.
Metode interview adalah suatu metode pembelajaran dimana
gurumengajukan beberapa pertanyaan secara lisan kepada seluruh murid di
kelas. Pada
model pembelajaran kooperatif tipe three-step
interview (disebut juga three
problem-solving) dilakukan 3 langkah untuk memecahkan masalah. Pada langkah
pertama guru menyampaikan isu yang dapat memunculkan beragam opini, kemudian
mengajukan beberapa pertanyaan-pertanyaan kepada seluruh siswa di kelas.
Langkah kedua, siswa secara berpasangan bermain peran sebagai pewawancara dan
orang yang diwawancarai. Kemudian, di langkah yang ketiga, setelah wawancara
pertama dilakukan maka pasangan bertukar peran: pewawancara berperan sebagai
orang yang diwawancarai dan sebaliknya orang yang tadi mewawancarai menjadi
orang yang diwawancarai. Setelah semua pasangan telah bertukar peran,
selanjutnya setiap pasangan dapat membagikan atau mempresentasikan hasil
wawancara mereka kepada seluruh kelas secara bergiliran. Tipe model
pembelajaran kooperatif ini (three-step interview)
ini efektif untuk mengajarkan siswa problem
solving (pemecahan masalah).
Berdasarkan uraian di atas, maka makalah ini berjudul “penerapan
model kooperatif tipe three interview dengan pendekatan berbasis masalah dalam
upaya meningkatkan komunikasi matematis
siswa
sma negeri 6 kota komba kabupaten manggarai timur
B. Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah
yang telah diuraikan di atas maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut:
“Bagaimana peningkatan konsep pemahaman komunikasi
matematis siswa SMA NEGERI 6 KOTA KOMBA KABUPATEN MANGGARAI TIMUR dengan
pendekatan berbasis masalah ? “
C.Tujuan
Tujuan dari makalah ini adalah :
Untuk meningkatkan komunikasi matematis siswa SMA Negeri
6 Kota Komba kabupaten Manggarai Timur.
D. Manfaat
·
Agar
komunikasi matematis siswa SMA Negri 6 Kota Komba kabupaten Manggarai Timur
lebih baik dengan metode ini.
·
Agar
guru sebagai pendidik lebih memotivasi siswa sehingga komunikasi matematis
siswa SMA Negri 6
Kota Komba lebih baik.
·
Untuk
menerapkan metode ini di sekolah sehingga bisa di pakai di sekolah yang
bersangkutan dan juga di seoklah-sekolah lain.
·
Manfaat
untuk peneliti dengan metode ini untuk mengetahui sebearapa besar peningkatan
pemahaman matematis siswa SMA Negeri 6 Kota Komba kabupaten Manggarai Timur.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar