Rabu, 11 Maret 2015

bab I JHON WAWO



BAB I
PENDAHULUAN



A.Latar Belakang
B.Rumusan Masalah
C.Tujuan
D.Manfaat

A.            Latar Belakang
Lembaga pendidikan merupakan suatu wadah yang berguna untuk mendidik para generasi penerus bangsa. Dengan adanya pendidikan maka akan tercapailah sumber daya manusia yang berkualitas karena cukup disadari bahwa kemajuan masyarakat dapat dilihat dari tingkat pendidikan. Untuk mendapatkan kuallitas SDM (Sumber Daya Manusia) yang baik maka kualitas para pendidik dan  proses pendidikan harus ditingkatkan.
Agar tujuan pendidikan tersebut tercapai diperlukan orang-orang yang mampu mendidik dan mengarahkan peserta didik. Mereka adalah guru-guru yang memiliki kemampuan dibidangnya masing-masing. Guru sebagai personil bertugas mengembangkan kemampuan peserta didik sekaligus bertanggungjawab dalam membelajarkan siswa, yaitu mengelola pembelajaran menjadi pembelajaran yang lebih menyenangkan sehingga siswa memiliki keterlibatan aktif dalam perubahan pembelajaran.
Standar keberhasilan peserta didik dapat dilihat dari hasil belajar siswa. Namun kenyataannya banyak siswa yang memiliki hasil belajar rendah serta memiliki keaktifan yang rendah dalam belajar. Berdasarkan hasil penelitian penulis hal ini disebabkan karena masih banyak guru yang tidak  menciptakan proses pembelajaran yang menyenangkan seperti banyaknya guru yang masih menggunakan metode konvensional dalam mengajar. Dimana pembelajaran sering kaku ataupun monoton, yang mengakibatkan minat belajar siswa menjadi kurang sehingga kegiatan pembelajaran tidak efektif.

        Proses belajar mengajar merupakan interaksi yang dilakukan antara guru dengan peserta didik dalam suatu pengajaran untuk mewujudkan tujuan yang ditetapkan berbagai pendekatan yang digunakan dalam pembelajaran matematik harus dijabarkan kedalam metode pembelajaran three step interview. Namun permasalahan sering kali dijumpai dalam pengajaran adalah bagaimana cara menyajikan materi kepada peserta didik secara baik, sehingga diperoleh hasil yang efektif dan efisien
serta sering ditemukan kurangnya pemahaman pengajar terhadap penerapan metode-metode pembelajaran yang sesuai dengan materi.
        Dalam pembahasan kali ini kita akan membahas tentang metode interview serta apa-apa yang terkandung didalamnya beserta penerapannya yang mana metode ini merupakan salah satu metode yang bisa dipakai untuk mewujudkan tujuan tersebut.Sebagaimana kita tahu, bahwa metode mengajar merupakan sasaran interaksi antara guru dengan siswa dalam kegiatan belajar mengajar. Dengan demikian, yang perlu diperhatikan adalah ketepatan sebuah metode mengajar yang dipilih dengan tujuan, jenis dan sifat materi pelajaran, serta kemampuan guru dalam memahami dan melaksanakan metode tersebut. Guru hendaknya cermat dalam memilih dan menggunakan metode mengajar terutama yang banyak melibatkan siswa secara aktif. Belajar mengajar merupakan kegiatan yang komplek. Oleh karenanya, maka hampir tidak mungkin untuk menunjukkan dan menyimpulkan bahwa suatu metode belajar mengajar tertentu lebih unggul dari pada metode belajar mengajar yang lain dalam usaha mencapai tujuan pembelajaran.
        Selain itu, siswa lebih cenderung belajar individual karena tidak banyak memiliki kesempatan bekerja sama dengan temannya yang lain pada saat proses belajar mengajar berlangsung. Oleh karena itu, agar kegiatan belajar mengajar matematika ini berlangsung lebih efektif dan dapat mencapai tujuan sebagaimana yang telah dinyatakan di atas maka tidak ada salahnya jika guru menerapkan model pembelajaran yang lain yang dianggap sesuai untuk materi yang diajarkan. Salah satunya adalah model pembelajaran kooperatif. Hartati (dalam Sudrajat, 2004:2) menjelaskan bahwa ‘dalam pembelajaran kooperatif siswa akan lebih mudah menemukan dan memahami konsep-konsep yang sulit apabila mereka saling mendiskusikan konsep-konsep itu dengan temannya’.  Menurut Lie (2002) “pembelajaran kooperatif adalah sistem pengajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk dapat saling bekerja sama dalam tugas yang berstruktur”. Hal ini sesuai dengan teori vygotsky yang menyatakan bahwa siswa akan lebih cepat belajar jika mendapat bantuan dari orang-orang sekitarnya. Bantuan dari orang sekitarnya ini dapat pula berupa bantuan dari teman sebayanya, yaitu dengan saling bekerja sama dan saling berbagi mengenai masalah berikut penyelesaian dari materi yang sedang dipelajari. Menurut Depdiknas (dalam Diana, dkk, 2004:103) ‘kecakapan bekerja sama perlu dilatihkan pada siswa karena dengan dimilikinya kecakapan kerja sama yang disertai saling pengertian, saling menghargai, dan saling membantu, siswa akan mampu untuk membangun semangat komunitas yang harmonis’.
                    Adapun salah satu model pembelajaran yang termasuk kedalam model pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran three step interview. Menurut Kagan (dalam Diana dkk, 2004:104) ‘pembelajaran kooperatif tipe three step interview merupakan salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang cukup sederhana, dan dapat dilatihkan kepada siswa yang belum terbiasa mengikuti pembelajaran kooperatif’. Menurut Guilford “three step interview is an effective way to encourage students to share their thinking, ask questions, and take”. Atau three step interview adalah sebuah cara yang efektif untuk mendorong siswa agar dapat saling berbagi pemikiran mereka, mengajukan pertanyaan, dan menerima masukan. Menurut Kagan (dalam Diana dkk, 2004:104): Pada pembelajaran kooperatif tipe three step interiew setiap siswa diberi   kesempatan untuk saling berinteraksi dengan saling mewawancarai secara langsung dan menyampaikan kembali hasil wawancaranya serta dituntut untuk saling bertanggung jawab terhadap tugas yang diembannya sebagai salah satu pendukung keberhasilan pencapaian tujuan pembelajaran.

                    Model pembelajaran three step interview merupakan model pembelajaran yang belum terlalu sering diperbincangkan dalam dunia pendidikan di Indonesia. Hal ini dapat dilihat dengan masih sedikitnya penelitian yang berkaitan dengan model pembelajaran ini, baik penelitian terhadap pengaruh, keefektifan, maupun perbandingan model pembelajaran ini dengan model pembelajaran lain, khususnya dalam mata pelajaran matematika.
                    Ilmu pengetahuan dan teknologi sangat berperan dalam upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia suatu bangsa. Dengan adanya peningkatan sumber daya manusia, diharapkan bangsa kita mampu bersaing dengan bangsa-bangsa lain di dunia.Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan sumber daya manusia adalah peningkatan mutu pendidikan.Pendidikan adalah usaha sadar yang sengaja dirancang untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Menurut Undang-undang Republik Indonesia nomor 2 tahun 2003, tentang sistem pendidikan Nasional Indonesia dikemukakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran dan atau latihan bagi peranannya di masa yang akan datang.
        Matematika adalah ilmu pengetahuan yang memegang peranan penting dan mendasar bagi ilmu pengetahuan lainnya. Matematika juga dijadikan sebagaisalah satu disiplin ilmu yang wajib dipelajari, terutama oleh siswa pada semua jenjang pendidikan formal. Oleh karena itu kiranya perlu untuk mengembangkanmutu pembelajaran matematika agar tujuan dari pembelajarannya bisa tercapai secara optimal.
Menurut NCTM (Sunata, 2009: 18) kemampuan komunikasi matematikperlu dibangun dalam diri siswa dengan tujuan agar dapat:
1. Memodelkan situasi dengan lisan, tertulis, gambar, grafik, dan secara aljabar,
2. Mereflesikan dan mengklasifikasi dalam berpikir mengenai gagasan matematis dalam berbagai situasi,
3. Mengembangkan pemahaman terhadap gagasan-gagasan matematis termasuk peranan definisi-definisi dalam matematika,
4. Menggunakan keterampilan membaca, mendengar, dan menulis untuk menginterpretasikan dan mengevaluasi gagasan matematis,
5. Mengkaji gagasan matematis melalui konjektur dan alasan yang meyakinkan
6. Memahami nilai dari notasi dan peran matematika dalam pengembangan gagasan matematis.
Ada alasan penting mengapa komunikasi diperlukan dalam pembelajaran matematika, yaitu karena matematika bukan sekedar alat bantu untuk menemukan pola, menyelesaikan masalah atau mengambil kesimpulan, tetapi matematika juga merupakan alat untuk mengkomunikasikan berbagai ide/gagasan. Selain itu pembelajaran matematika juga merupakan aktivitas sosial, wahana interaksi antar siswa, dan sebagai alat komunikasi antara guru dengan siswa.
Matematika merupakan salah satu disiplin ilmu yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir dan berargumentasi, memberikan kontribusi dalam penyelesaian masalah sehari-hari dan dunia kerja, serta memberikan dukungan dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Kebutuhan akan aplikasi matematika saat ini dan masa depan tidak hanya untuk keperluan sehari-hari, tetapi terutama dalam dunia kerja, dan untuk mendukung perkembangan ilmu pengetahuan.
Di sisi lain matematika adalah mata pelajaran yang sukar dipahami, sehingga siswa sulit untuk menyukainya. Ruseffendi (dalam Nurjanah,2005: 7) mengungkapkan bahwa anak–anak menyenangi matematika hanya pada saat mereka mempelajari matematika yang sederhana, makin sukar matematika yang dipelajari oleh siswa maka minat siswa terhadap matematika pun berkurang sehingga matematika dianggap sebagai ilmu yang sukar, ruwet dan banyak memperdayakan. Hal ini tentu saja dapat mempengaruhi hasil belajar siswa.
Dalam keadaan seperti ini perlu dilakukan daya upaya yang dapat mendorong  siswa untuk menyukai matematika.  Siswa perlu diberikan rangsangan agar tumbuh motivasi pada dirinya untuk mempelajari matematika karena hasil belajar akan optimal jika ada motivasi yang tepat.
Persoalan motivasi ini dapat juga dikaitkan dengan persoalan minat. (Sardiman,  2011 : 76) minat timbul tidak secara tiba-tiba atau spontan, melainkan timbul akibat dari partisipasi, pengalaman, kebiasaan pada waktu belajar atau bekerja. Jadi jelas bahwa soal minat akan selalu berkaitan dengan soal kebutuhan atau keinginan. Oleh karena itu sangatlah penting bagaimana menciptakan kondisi tertentu  agar siswa selalu butuh dan ingin terus belajar.
Dalam hubungannya dengan kegiatan belajar, harus dipikirkan bagaimana menciptakan kondisi atau suatu proses yang mengarahkan siswa untuk melakukan aktivitas belajar. Dalam hal ini sudah barang tentu peran guru sangat penting.  Bagaiman guru melakukan usah-usaha untuk dapat menumbuhkan dan memberikan motivasi agar anak didiknya melakukan aktivitas belajar dengan baik. Untuk dapat belajar dengan baik diperlukan proses dan motivasi yang baik pula. (Sardiman, 2011 : 77) .
            Pengajaran matematika diberikan di tingkat SMP/MTs bertujuan untuk memberikan layanan kepada siswa untuk mengembangkan potensi yang menyangkut aspek kognitif, afektif maupun psikomotor. Sejalan dengan fungsi dan perlunya pembelajaran matematika, para ahli di bidang pendidikan matematika merumuskan lima kemampuan matematis yang harus dikuasai oleh siswa yaitu kemampuan pemahaman, penalaran, komunikasi, pemecahan masalah dan memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan (Departemen Pendidikan Nasional,  2006).
Kemampuan komunikasi matematis merupakan salah satu kemampuan yang harus dikuasai oleh siswa dalam proses pembelajaran. Kemampuan komunikasi  juga penting karena matematika pada dasarnya adalah bahasa yang sarat dengan notasi dan istilah sehingga konsep yang terbentuk dapat dipahami oleh siswa.
Berdasarkan pendapat yang telah dikemukakan, komunikasi matematis merupakan kemampuan yang harus dimiliki siswa. Namun, menurut hasil penelitian yang dilakukan Firdaus (2005 : 6), ditemukan bahwa kemampuan komunikasi matematis siswa masih tergolong kurang. Terdapat lebih dari separuh siswa memperoleh skor kemampuan kurang dari 60% dari skor ideal, sehingga kualitas kemampuan komunikasi matematis belum dalam kategori baik. Temuan ini serupa dengan temuan pada penelitian terdahulu yang telah dilakukan Ansari (2004 : 11). Kurangnya kemampuan komunikasi matematis memperlihatkan bahwa proses pembelajaran yang dilaksanakan saat ini belum menunjukkan hasil yang memuaskan semua pihak. Agar kemampuan komunikasi matematis siswa dapat berkembang, maka motivasi belajar matematika siswa juga perlu ditingkatkan. Karenanya, guru dalam memilih model pembelajaran perlu mempertimbangkan tugas matematika dan suasana belajar yang dapat memotivasi dan mendorong siswa untuk mencapai kemampuan tersebut.
Model pembelajaran yang sesui untuk meningkatkan motivasi belajar dan kemampuan komunikasi matematis siswa adalah pembelajaran kooperatif. Dalam pembelajaran kooperatif, siswa akan lebih aktif karena terjadi proses diskusi atau interaksi di antara teman dalam kelompoknya. Melalui kegiatan diskusi, percakapan dalam mengungkapkan ide-ide matematika dapat membantu siswa mengembangkan pikirannya, sehingga siswa yang terlibat dalam perbedaan pendapat atau mencari solusi dari suatu permasalahan akan memahami konsep matematika dengan lebih baik dan dapat meningkatkan kemampuan komunikasi matematisnya.
Selain dapat meningkatkan motivasi belajar  dankemampuan komunikasi matematis siswa, pembelajaran kooperatif juga memiliki kelebihan yang sangat bermanfaat bagi siswa. Kelebihan tersebut diantaranya siswa dapat belajar memanfaatkan kelebihan dirinya dan mengisi kekurangan siswa lain, belajar menghargai pendapat yang berbeda, dan mengembangkanketerampilan untuk bekerja sama dan kolaborasi dalam suatu kelompok. Salah satu teknik dalam pembelajaran kooperatif adalah tipe three interview.
                        Metode interview adalah suatu metode pembelajaran dimana gurumengajukan beberapa pertanyaan secara lisan kepada seluruh murid di kelas. Pada model pembelajaran kooperatif tipe three-step interview (disebut juga three problem-solving) dilakukan 3 langkah untuk memecahkan masalah. Pada langkah pertama guru menyampaikan isu yang dapat memunculkan beragam opini, kemudian mengajukan beberapa pertanyaan-pertanyaan kepada seluruh siswa di kelas. Langkah kedua, siswa secara berpasangan bermain peran sebagai pewawancara dan orang yang diwawancarai. Kemudian, di langkah yang ketiga, setelah wawancara pertama dilakukan maka pasangan bertukar peran: pewawancara berperan sebagai orang yang diwawancarai dan sebaliknya orang yang tadi mewawancarai menjadi orang yang diwawancarai. Setelah semua pasangan telah bertukar peran, selanjutnya setiap pasangan dapat membagikan atau mempresentasikan hasil wawancara mereka kepada seluruh kelas secara bergiliran. Tipe model pembelajaran kooperatif ini (three-step interview) ini efektif untuk mengajarkan siswa problem solving (pemecahan masalah).


Berdasarkan uraian di atas, maka makalah ini berjudul “penerapan model kooperatif tipe three interview dengan pendekatan berbasis masalah dalam upaya meningkatkan komunikasi matematis
siswa sma negeri 6 kota komba kabupaten manggarai timur





B.       Rumusan Masalah
            Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut:
“Bagaimana peningkatan konsep pemahaman komunikasi matematis siswa SMA NEGERI 6 KOTA KOMBA KABUPATEN MANGGARAI TIMUR dengan pendekatan berbasis masalah ? “
C.Tujuan
Tujuan dari makalah ini adalah :
Untuk meningkatkan komunikasi matematis siswa SMA Negeri 6 Kota Komba kabupaten Manggarai Timur.
D.  Manfaat
·         Agar komunikasi matematis siswa SMA Negri 6 Kota Komba kabupaten Manggarai Timur lebih baik dengan metode ini.
·         Agar guru sebagai pendidik lebih memotivasi siswa sehingga komunikasi matematis

 siswa SMA Negri 6 Kota Komba lebih baik.
·         Untuk menerapkan metode ini di sekolah sehingga bisa di pakai di sekolah yang bersangkutan dan juga di seoklah-sekolah lain.
·         Manfaat untuk peneliti dengan metode ini untuk mengetahui sebearapa besar peningkatan pemahaman matematis siswa SMA Negeri 6 Kota Komba kabupaten Manggarai Timur.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar