Sabtu, 08 Februari 2014

mekos wawo renungan



Menjadi Kecil, Memberitakan Injil: Renungan Minggu 09 Februari 2014
Sabtu, 8 Februari 2014 10:00 WIB
Menjadi Kecil, Memberitakan Injil: Renungan Minggu 9/2/2014

Minggu, 9 Februari 2014
Minggu Biasa V: Yes 58:7-10; Mzm 112; 1 Kor 2:1-5; Mat 5:13-16

HIDUPKATOLIK.com - Sabda Tuhan hari ini mengingatkan kaum beriman akan panggilan misionernya. Orang beriman dipanggil untuk memberitakan Injil pada semua orang dan makhluk hingga ke ujung bumi. Bagaimana mewujudkannya? Tentu ada banyak cara! Salah satunya, dalam permenungan saya ialah menjadi saksi Injil dengan menjadi kecil dan melakukan hal-hal kecil bagi orang-orang kecil.

Yesus memakai dua kiasan: garam dan terang. Pertama, garam, ”Kamulah garam dunia”. Makna kiasan ini mudah ditangkap, karena kita merasakan faedah garam sehari-hari. Garam membuat sup dan sayuran terasa enak. Kita bisa awetkan apa yang mau disimpan lama dengan garam.

Garam tak perlu sama banyak, apalagi lebih banyak dari apa yang mau digarami. Untuk satu panci sup, perlu garam sedikit saja. Garam tak boleh menggumpal, tapi harus larut seluruhnya ke dalam sup. Jika garam mempertahankan bentuknya, ia tetap terpisah dari sup dan tak ada manfaatnya.

Panggilan misioner yang dikiaskan itu amat jelas. Orang beriman tak boleh mengelompok dan merasa aman sendiri dalam “kampung dan pulau Katolik”. Mereka harus masuk dan melebur dalam masyarakat dan memberi kesaksian tentang Yesus Kristus melalui cara hidup serta perilakunya. Dialah kasih Allah yang harus ditaburkan ke dalam masyarakat dan hati tiap orang, agar dalam kasih itu kehidupan kita bersama menjadi sedap dan enak. Dialah benih ilahi yang hancur di tanah agar menumbuhkan hidup baru dan berkelimpahan.

Kedua, terang, “Kamu adalah terang dunia”. Kiasan ini pun jelas maknanya. Namun kita mungkin merasa enggan dan tak nyaman memakai kiasan itu untuk Gereja Katolik, apalagi untuk masing-masing anggotanya. Rasa-rasanya arogan sekali menganggap kelompok minoritas ini sebagai terang dunia.

Lanjutan kiasan itu menyiratkan, Gereja harus berada di tempat yang tinggi, seperti kota yang terletak di atas gunung dan pelita di atas kaki dian. Apakah dengan itu Yesus menghendaki agar kita membangun proyek “mercusuar” sebagai sumber terang bagi dunia? Pasti tidak! Sumber terang adalah Yesus sendiri. Dialah terang dunia. Para murid “akan mempunyai terang hidup” hanya kalau mereka mengikuti Dia dan tinggal di dalam Dia (Yoh 8:12). Dia bagaikan matahari yang tak terkalahkan. Sedangkan para murid-Nya bagaikan bulan purnama yang menerangi bumi, dengan cahaya matahari sebagai sumber terangnya.

Garam bukan simbol yang monumental. Dengan larut dan tidak kelihatan, garam membawa manfaat bagi manusia. Terang bulan bukan produksi bulan itu sendiri. Bulan menjadi terang bagi bumi dengan memantulkan cahaya matahari. Seperti itulah kita dipanggil untuk masuk ke dalam “dunia”, entah dunia sosial-ekonomi, budaya, pertahanan, keamanan atau politik. Kita dipanggil menjadi saksi Injil dengan sikap dan cara hidup injili: rendah hati, jujur dan adil, menghormati martabat manusia dan hak-hak asasinya, menjadi orang baik bagi semua orang.

Di tengah bangsa yang besar ini, pengikut Kristus adalah “kawanan kecil”. Meski para murid-Nya diutus untuk mewartakan Injil sampai ke ujung bumi, misi utamanya bukanlah mengumpulkan anggota sebanyak-banyaknya agar menjadi kawanan paling besar, tapi menyebarkan yang baik, yang mengungkapkan dan menghadirkan kasih Allah.

“Hendaklah kebaikan hatimu diketahui semua orang”, demikian nasihat St Paulus pada jemaat di Filipi. Kebaikan hati tertuju pada semua orang. Namun ada orang-orang yang harus mendapat tempat khusus dalam hati kita. Mereka ialah orang-orang yang lapar, telanjang dan gelandangan. Terhadap mereka itulah kebaikan hati kita diuji: apakah betul mengungkapkan kasih Allah, sebab kita tak bisa mengharapkan balasan apapun dari mereka. Justru karena itulah terang yang dipancarkan makin besar. “Terangmu akan merekah laksana fajar...”(Yes 58:8).

Dasar permenungan ini seperti yang disampaikan St Paulus dalam bacaan II (1 Kor 2:1-5). Sambil menyampaikan rencana kunjungannya pada jemaat di Korintus, ia mengemukakan bahwa dirinya adalah saksi Injil. Ia mau bersaksi tentang kuasa Allah. Caranya bukan dengan tampil penuh kuasa atau dengan kata-kata indah dan berhikmat, tapi ia mau tampil di depan orang Korintus dalam kelemahan, dengan takut dan gentar. Sebab ia yakin dalam kelemahan itu, ia kuat karena mengandalkan hikmat dan kekuatan Allah, yang tampak dalam Dia Yang Disalibkan..

Mgr Leo Laba Ladjar OFM
Uskup Jayapura

Tidak ada komentar:

Posting Komentar